MAKALAH DISUSUN SEBAGAI TUGAS
MATA KULIAH KAJIAN FIQIH KONTEMPORER
Dosen
Pengampu: Dr. H. Isroqunnajah, M.Ag
Oleh: Sahwiyadi
(15770035)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kebahagiaan erat kaitannya dengan keluarga. Karena, dalam
keluarga adanya dua manusia saling memadu kasih dalam asmara yang di namakan
cinta. Maka dari itu, pada pembahasan sederhana ini sudah menjadi permasalahan
yang melekat pada diri manusia sejak awal penciptaannya. Dimulai pada
penciptaan Nabi Adam AS yang disusul oleh kehadiran Siti Hawa dan jika kita
telaah sejarah peradaban manusia, sebenarnya fenomena penyimpangan seksual
sudah muncul jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada masa Nabi Luth
AS yang diutus untuk kaum Sodom. Hampir semua kitab tafsir mengabadikan kisah
tersebut ketika menyingkap kandungan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi
Luth.
Adapaun yang terjadi pada dasawarsa dan masa moderen
terakhir diIndonesia maupun dunia internasional dalam menyikapi nafsu seksual
tersebut berbalik 180 dari peristiwa empiris pada Nabi Adam as dan Siti Hawa
seperti yang tersebut diatas. Para wanita tidak merasa malu lagi ketika
berpakaian minim dan para pria tidak lagi merasa ragu-ragu atas menggunakan
jasa prostitusi. Bahkan, apa yang terjadi pada kaum Sodom ( umat Nabi Luth as)
yakni homoseksualitas (baik gay
maupun lesbian), sudah menjadi hal yang biasa. Luar biasa anehnya lagi, di
Negara Belanda, Homoseksual sudah menjadi budaya mereka dengan dikeluarkannya
hukum politik atas perkawinan antara para kaum gay atau lesbian.[1]
Sebenarnya, disahkannya pernikahan sesama jenis di 30
Negara bagian Amerika Serikat dan Ibu Kota Washington menandakan kebangkitan
kaum sodom di abad ke-21. Kemenangan kaum Sodom di Amerika itu terus menjalar
ke belahan bumi lainnya, termasuk indonesia. Hal ini ditandai dengan banyaknya
bermunculan komunitas gay dan lesbi di kota-kota besar.
Dengan adanya Lesbian, gay, biseksual, dan transgender
(LGBT) akhir-akhir ini masih menjadi polemik hangat di tengah masyarakat luas.
Tentu saja kita tidak menginginkan polemik ini menyebabkan kegaduhan,
ketidaknyamanan, dan rasa saling curiga satu sama lain. Pergolakan pemikiran
antara yang pro dan kontra pun terjadi seputar isu tersebut. Mereka yang pro
menyatakan, bahwa negara dan masyarakat harus mengkampanyekan prinsip non
diskriminasi antara lelaki, perempuan, trangender, pecinta lawan jenis (heteroseksual) maupun pecinta sejenis (homoseksual). Sebaliknya, mereka yang
kontra menyatakan, bahwa negara dan masyarakat harus berusaha semaksimal
mungkin untuk melakukan upaya preventif terhadap gejala LGBT yang akan
membahayakan generasi masa depan Indonesia. Oleh sebab itulah, posisi strategis
pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan untuk menangani polemik LGBT secara
langsung agar tak terjadi disintegrasi bangsa.
Perlu kita ketahui bahwa pernikahan adalah ikatan yang
suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang dilandasi pada agama
dan keyakinannya serta disaksikan oleh kedua orang tuanya serta saksi-saksi
yang dapat yang di anggap wajar dalam masyarakat adalah pernikahan
heteroseksual atau nikah dengan lawan jenis (Antara lelaki dengan Wanita). Maka
tidaklah salah ketika pernikahan homoseksual (Lelaki dengan Lelaki) atau
Lesbiyan (Wanita dengan Wanita) nikah dengan sesame jenis banyak mendapat
kontroversi di masyarakat karena di anggap aneh, menyimpang dari hukum syara’,
dan yang lebih ironis lagi di bilang sakit jiwa. Karena hal itulah penulis
mencoba untuk membahas bagaimana pernikahan homoseksual dan Lesbiyan yang hidup
di Negara kita (Indonesia), dan hukum seperti apa yang berlaku di Negara kita
kepada para pelaku Homoseksual dan Lesbian yang akan meresmikan hubungan
mereka.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
pernikahan dan Homoseksual?
2.
Apa ciri-ciri
umum penyebab homoseksual?
3.
Bagaimana pergerakan
kaum homoseksual di Indonesia?
4.
Bagaimana hmoseksual
dalam pandangan hukum?
5.
Apa saja dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits
tentang homoseksual?
6.
Bagaimana
pendapat ulama tentang homoseksual?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian pernikahan dan Homoseksual
2.
Mengetahui
ciri-ciri umum penyebab homoseksual
3.
Mengetahui
bagaimana pergerakan kaum homoseksual di Indonesia
4.
Mengetahui
bagaimana homoseksual dalam pandangan hukum
5.
Mengetahui apa saja dalil-dalil dari Al-Qur’an
dan Hadits tentang homoseksual
6.
Mengetahui
bagaimana pendapat ulama tentang homoseksual
7.
Mengetahui apa
saja pengaruh Homoseksual bagi dirinya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Secara Etimologi Pernikahan adalah bentukan kata benda
dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab:
النكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari
kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: نكاح) yang berarti
persetubuhan, Sedangkan Menurut istilah Pernikahan atau adalah upacara
pengikatan janji nika hkum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan
variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial.
Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau
hukum agama tertentu pula.
Nikah (perkawinan) adalah ikatan suci
berdasarkan agama yang menghalalkan pergaulan serta menentukan batas-batas hak
dan kewajiban antara seorang suami dengan seorang perempuan yang tidak memiliki
hubungan (bukan mahram). Munakahat atau perkawinan ini bersumber dari Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul.[2] Dalam Al-Qur’an banyak
sekali ayat yang memberikan landasan dasar perkawinan serta mengatus tata
hubungan suami istri. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î) @yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇËÊÈ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir” (QS. Ar-Rum:21).
Perkawinan merupakan salah satu ukuran
kesempurnaan agama seseorang. Dalam sebuah hadits riwayat Al-Baihaqi,
Rasulullah SAW menyatakan:[3]
“Apabila seseorang telah melaksanakan perkawinan, berarti iya telah
menyempurnakan separuh dari agamanya (karena telah sanggup menjaga
kehormatannya), oleh karena itu berhati-hatilah kepada Allah dalam mencapai
kesempurnaan pada paruh yang masih tertinggal.” (HR. Al-Baihaqi)
Dari segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting
sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu
dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina
merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia.
Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi
urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhan, tetapi termasuk pelanggaran
hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Di Indonesia
yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi
sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.
Syarat pernikahan berdasar undang-undang. Berdasarkan Pasal 6 UU
No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal
yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat
tersebut yaitu:[4]
1. Ada persetujuan dari kedua belah pihak.
2. Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua
orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau
tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua
yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
3. Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan
kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga
yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.
Bagi yang beragama Islam, dalam perkawinan harus ada (Pasal 14
Kompilasi Hukum Islam (KHI):
1) Calon
2) Ada orang saksi
3) Ijab dan kabul
B. Pengertian Homosek dan Lesbiyan
1. Definisi Homoseksual
Homoseksualitas (Yunani: homoios=sama;
dan Latin: sexus=jenis kelamin)
merupakan pengertian umum mencakup banyak macam kecenderungan seksual terhadap
kelamin yang sama, atau secara lebih halus: suatu keterarahan kepada kelamin
yang sama (homotropie; tropos=arah, haluan). Istilah homoseksualitas tampak
terlalu menekankan aspek seksual dalam arti sempit. Maka dianjurkan menggunakan
istilah “homophili” (philein=mencintai). Sedangkan definisi umum adalah seorang homophil ialah seorang pria atau wanita,
tua atau muda, yang tertarik atau jatuh cinta kepada orang yang berjenis
kelamin sama, dengan tujuan mengadakan persatuan hidup, baik untuk sementara
maupun untuk selamanya. Dalam persatuan ini, mereka mengahayati cinta dan
menikmati kebahagiaan seksual yang sama seperti dialami oleh orang
heteroseksual.[5]
Beberapa orang bahkan menganggap ofensif perihal
pembedaan gender (dan pembedaan
orientasi seksual). Homoseksualitas dapat mengacu kepada:[6]
1. Orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan
orang lain mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang
sama.
2. Perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang sama tidak
peduli orientasi seksual atau identitas gender.
3. Identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat
mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual
Dalam perkembangannya pun homoseksual diartikan sebagai
hubungan seksual antara orang-orang yang berkelamin sejenis, baik sesama. Kamus Besar Bahasa
Indonesia menyebutkan bahwa homoseks adalah mengacu pada interaksi seksual dan
atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama. Pada penggunaan
mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan atau hubungan
sexual diantara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak
mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas, sebagai
suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan
biseksualitas. Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk
merujuk kepada pria homoseks. Sedangkan Lesbian adalah suatu istilah tertentu
yang digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks.
Definisi tersebut bukan definisi mutlak mengingat hal
ini diperumit dengan adanya beberapa komponen biologis dan psikologis dari seks
dan gender, dan dengan itu seseorang mungkin tidak seratus persen pas dengan
kategori pria, maupun sesama wanita. Namun istilah homoseksual biasanya
dipakai untuk hubungan seks antara pria, sedangkan hubungan seks sesama wanita
disebut lesbian. Homoseksual merupakan dosa besar dalam Islam. Karena
bertentangan dengan norma agama, norma susila dan juga menyalahi fitrah
manusia.
Secara bahasa, homoseksual berarti
hubungan seks dengan pasangan yang sejenis baik laki-laki atau perempuan. Akan
tetapi istilah ini mengalami penyempitan makna, yaitu diperuntukkan untuk pria
yang mengadakan hubungan seks dengan pria lainnya yang dalam bahasa arabnya
disebut dengan liwath. Adapun
hubungan seks sejenis antara perempuan dengan perempuan disebut dengan lesbian
yang bahasa arabnya disebut al-shahaq.
Adapun
cara kerja para homoseksual ini melakukan aktifivitasnya, untuk homo seorang
pria memasukkan penis (zakar) ke
dalam anus (dubur) pria lain untuk
menadapatkan kepuasan seks. Adapun lesbian dilakukan dengan cara masturbasi
(capain kepuasan seks tanpa hubungan kelamin) atau bisa dengan cara lainnya
untuk mendapatkan orgasme (puncak kenikmatan) atau climax of the sex act.
Adanya prilaku penyimpangan seks sebagaimana tersebut di atas bukanlah
sesuatu yang baru, karena telah terjadi sejak berabad-abad lamanya. Sampai saat
ini, prilaku homoseksual masih terjadi di masayarakat modern terutama di
negara-negara Barat. Kalau kita melihat sejarah, perbuatan homoseks sebenarnya
telah terjadi pada zaman Nabi Luth. Sebagaimana dalam tafsir al-Manar
dikisahkan, Nabi Luth tinggal di Negeri Sadum di tepi Laut Mati di mana ada
sebagian penduduk negeri Sadum yang berjenis kelamin laki-laki tapi tidak
tertarik dan tidak mau berhubungan seks dengan perempuan, mereka lebih memilih
laki-laki sejenisnya yang masih muda untuk dijadikan pelampiasan nafsu seksnya.
Nabi Luth geram dan menegur kaumnya untuk meninggalkan kebiasaan bejatnya itu,
tapi teguran Nabi Luth justru dibalasa dengan usaha mereka mengusir Nabi Luth
dan pengikutnya sementara mereka tetap asyik melakukan kebiasaan homo itu.
Akibat pembangkangan kaumnya, Azab Allah turun membinasakan mereka sedangkan
Nabi Luth dan pengikut setianya diselamatkan oleh Allah.[7]
C. Ciri-Ciri Umum Penyebab Pelaku
Homoseksual dan Lesbian
Dampak dari penyimpangan seks telah
terlihat jelas dalam kehidupan sosial. sebagaimana data empiris menunjukkan
bahwa hubungan seks sejenis, baik homo maupun lesbian telah menyebabkan
kerusakan moral para pelakunya yang bukan hanya terdiri dari sederetan orang
yang tidak beragama atau terjadi di negeri yang liberal. Akan tetapi, tercatat
pelakunya orang yang mengaku beriman kepada Allah dan terjadi di negara-negara
yang memegang teguh hukum agama. Gejala ini menurut Murthada Mutahhari dapat
disebabkan oleh sebuah peradaban manusia dewasa ini yang telah cendrung kepada
paham materialisme dan pragmatisme, mereke mengejar kenikmatan sesaat dengan
meniggalkan agama dan nilai spiritual. Akibatnya berkembanglah berbagai sarana
pembangkit syahwat serta naluriah
hewan. Menurut ahli jiwa, prilaku penyimpangan seks berupa homo dan lesbian
dapat menghilangkan keinginan seseorang untuk melangsungkan perkawinan.
Berdasarkan
penelitian Dr. Muhammad Rashfi yang dimuat dalam kitabnya al-Islam wa al-Thib yang dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh
Sunah bahwa dampak yang diakibatkan oleh homoseksual sangat negatif terhadap
keidupan pribadi masyarakat. Atas dasar dampak negatif tersebut, maka Islam
dengan tegas dan jelas melarang perbuatan tidak terpuji tersebut. Dampaknya
sebagai berikut:[8]
a. Si
lelaki tidak memiliki rasa tertarik kepada wanita. Seandainya ia kawin, maka
istrinya menjadi korban (merana) karena sang suami tidak dapat lagi memenuhi
fungsinya (memenuhi kebutuhan seks istrinya). Maka akibatnya, hubungan suami
istri tidak harmonis, sang istri hidup tanpa ketenangan dan kasih sayang serta
tak mendapatkan keturunan sekalipun si istri masih subur.
b. Si
lelaki homo dapat terjangkit penyakit kejiwaan, yaitu mencintai sesama jenis,
jiwanya labil (tidak stabil), muncul tingkah laku yang ganjil alias aneh-aneh,
misalnya bergaya seperti wanita dalam berpakaian, berhias, dan bertingkah laku.
c. Si
lelaki homo dapat terkena gangguan saraf otak yang dapat melemahkan daya pikir
dan semangat kerja.
Psikologi adalah salah satu disiplin ilmu pertama yang
mempelajari orientasi homoseksual sebagai fenomena diskrit (terpisah). Upaya
pertama mengklasifikasikan homoseksualitas sebagai penyakit dibuat oleh gerakan
seksolog amatir Eropa di akhir abad ke-19. Pada tahun 1886, seksolog terkemuka,
Richard von Krafft-Ebing, mensejajarkan homoseksualitas bersama dengan 200
studi kasus praktik seksual menyimpang lainnya dalam karya, Psychopathia
Sexualis. Krafft-Ebing mengedepankan bahwa homoseksualitas disebabkan oleh
"kesalahan bawaan lahir [selama kelahiran]" atau "inversi
perolehan". Dalam dua dekade terakhir dari abad ke-19, pandangan lain
mulai mendominasi kalangan medis dan psikiatris , menilai perilaku tersebut
menunjukkan jenis individu dengan orientasi seksual bawaan dan relatif stabil.
Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, model patologis homoseksualitas banyak
digunakan.
Ada
juga penyebab terjadinya homoseksual adalah unsur tidak pernahnya seorang
laki-laki memperhatikan lawan jenisnya. Hal ini menyebabkan ketidakmampuannya
untuk melakukan coitus (ereksi) dengan lawan jenisnya. Oleh karena itu, ia
melampiaskan nafsu seksualnya dengan jalan homoseksual. Jika demikian, maka
perilaku homoseksual menyebabkan proses perkawinan untuk mendapatkan keturunan
yang shaleh/shalihah menjadi terhambat. Dan apabila laki-laki sudah menikah,
maka istrinya akan menjadi korban kerena tidak mendapatkan kebahagiaan rumah
tangga dan tidak mendapatkan kasih sayang. Dengan demikian, istri akan menjadi
tersiksa, seolah-olah tidak bersuami, padahal ia bersuami.[9]
D. Ciri-ciri kaum Homoseksual menurut
Al-Qur’an
1. Fitrah
dan tabiat mereka terbalik dan berubah dari fitrah yang telah Allah ciptakan
pada pria, yaitu kehendak kepada wanita bukan kepada laki-laki. Allah menamakan
mereka sebagai kaum perusak dan orang yang zhalim :”Luth berdo’a. ‘Ya Tuhanku,
tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu’.
2. Mereka
mendapatkan kelezatan dan kebahagian apabila mereka dapat melampiaskan syahwat
mereka pada tempat-tempat yang najis dan kotor dan melepaskan air kehidupan
(mani) di situ.
3. Rasa
malu, tabiat, dan kejantanan mereka lebih rendah daripada hewan.
4. Pikiran
dan ambisi mereka setiap saat selalu terfokus kepada perbuatan keji itu karena
laki-laki senantiasa ada di hadapan mereka di setiap waktu. Apabila mereka
melihat salah seorang di antaranya, baik anak kecil, pemuda atau orang yang
sudah berumur, maka mereka akan menginginkannya baik sebagai objek ataupun
pelaku.
5. Rasa
malu mereka kecil. Mereka tidak malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
kepada makhlukNya. Tidak ada kebaikan yang diharapkan dari mereka.
6. Mereka
tidak tampak kuat dan jantan. Mereka lemah di hadapan setiap laki-laki karena
merasa butuh kepadanya.
7. Allah
mensifati mereka sebagai orang fasik dan pelaku kejelekan.
$»Ûqä9ur çm»oY÷s?#uä $VJõ3ãm $VJù=Ïãur çm»oYø¯gwUur ÆÏB Ïptös)ø9$# ÓÉL©9$# MtR%x. ã@yJ÷è¨? y]Í´¯»t6yø9$# 3 óOßg¯RÎ) (#qçR%x. uQöqs% &äöqy tûüÉ)Å¡»sù ÇÐÍÈ
Artinya: “Dan kepada Luth, Kami telah berikan Hikmah dan ilmu, dan telah Kami
selamatkan Dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan
perbuatan keji[965]. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik”
(Al-Anbiya : 74)
8. Mereka
disebut juga sebagai orang-orang yang melampui batas
öNà6¯RÎ)
tbqè?ù'tGs9
tA$y_Ìh9$#
Zouqöky
`ÏiB
Âcrß
Ïä!$|¡ÏiY9$#
4 ö@t/
óOçFRr&
×Pöqs%
cqèùÌó¡B
ÇÑÊÈ
Artinya:
“Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki
untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah
kalian ini adalah kaum yang melapaui batas” (Al-A'raf:81). Artinya, mereka
melampaui batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah.
E. Penyebab terjadinya penyimpangan
para pelaku homoseks
Dalam mengklasifikan penyebab terjadinya penyimpangan
para pelaku homosek dan lesbian penulis membaginya kedalam berbagai aspeknya
sesuai dengan sumber-sumber yang penulis dapatkan diantaranya:[11]
1. Aspek
bawaan
Profesor Michael King menyatakan: "Kesimpulan
yang dicapai oleh para ilmuwan dalam menyelidiki asal usul dan stabilitas
orientasi seksual adalah bahwa itu merupakan karakteristik manusia yang
terbentuk sejak awal kehidupan, dan tidak dapat berubah. Bukti ilmiah asal usul
homoseksualitas dianggap relevan sebagai perdebatan teologis dan sosial karena
adanya anggapan bahwa orientasi seksual adalah sebuah pilihan."
Biseksualitas bawaan (atau kecenderungan biseksual)
adalah istilah yang diperkenalkan Sigmund Freud, mengacu pada karya rekannya,
Fliess Wilhelm, yang menguraikan bahwa semua manusia dilahirkan biseksual
tetapi seiring perkembangan psikologis -yang mencakup faktor eksternal dan
internal- seorang individu menjadi monoseksual, sementara biseksualitas tetap
dalam keadaan laten.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan lebih berbahaya dibandingkan
hormon. Pengaruh lingkungan lebih cepat, di mana seorang yang sedang drop, yang
tidak didukung norma-norma, dan nilai-nilai agama yang kuat bisa terjerumus
akibat sentuhan orang sejenis yang menyimpang,'' papar lulusan Fakultas
Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung ini.
3. Gay
dan lesbian muda
Remaja gay dan lesbian menanggung risiko bunuh diri,
penyalahgunaan obat, masalah sekolah penuh cela, adanya pelecehan verbal dan
fisik, penolakan dan isolasi dari keluarga dan teman sebaya". Kaum muda
LGBT pun lebih terbuka untuk melaporkan pelecehan. Apa yang bisa membengkokkan
orientasi seks? Pada kasus remaja, Lusi menyebut pada umumnya karena patah hati
dan rumah tangga berantakan. Ketika kekasih yang dicintai meninggalkannya
membuat anak terpuruk. Demikian juga dengan anak-anak yang kesepian karena
orangtuanya sibuk.
Ketika ada `seseorang' (sejenis, red) yang mampu
menggantikan kesendirian tersebut bisa membuatnya tertarik. Karena orang
tersebut sangat mengerti kebutuhan, keinginan, kelemahan, termasuk titik-titik
sensitif yang bisa membangkitkan gairah seks seseorang. "Anak-anak yang
terjerat merasakan kenikmatan tersebut pada akhirnya akan ketagihan. Orang itu
pun memengaruhi bahwa hubungan sejenis aman, tidak menyebabkan hamil, akibatnya
mereka `kena' sebagai homoseks, atau lesbian,'' tutur Lusi prihatin.
Faktor lingkungan yang diduga bisa menyebabkan
seseorang menjadi gay adalah salah didikan dari orangtua sejak masih kecil,
orangtua yang bercerai, pernah mengalami pelecehan seksual, memiliki lingkungan
pergaulan yang mayoritas adalah gay, sisi psikologis dari orang tersebut serta
banyaknya contoh perilaku gay yang ada disekitarnya. Perilaku gay disekitar
yang sering dilihat secara tidak sadar akan mempengaruhi perilaku orang itu
sendiri.
Perilaku gay banyak ditemui di komunitas yang
mayoritas banyak lelakinya seperti di asrama, penjara, pekerja di tengah laut.
Hasrat suka sesama jenis timbul karena kondisi lingkungannya tidak ada wanita.
Jadi meskipun bukan penyakit, perilaku gay bisa menular. Para ahli lain
berpendapat gay bisa disembuhkan karena perilaku seks manusia sebenarnya bisa
dikendalikan.
Untuk Muslim di Aceh. Pasangan sesama jenis di Indonesia
tidak diakui. Tidak seperti negara Muslim lainnya, Indonesia relatif toleran
terhadap homoseksual. Seperti negara lain di Asia Tenggara, LGBT merupakan
bagian dari kehidupan sehari-hari. Bahkan di media, terdapat orang penting yang
gay atau transeksual. Namun, kaum LGBT berada pada situasi yang terbatas, dan tidak
dibicarakan secara terbuka. Kelompok Islam fanatik diketahui telah menyerang
kaum gay, contohnya pada pertemuan anti-AIDS di Solo.Usulan untuk
mengriminalkan homoseksual di seluruh negara gagal pada tahun 2003
Penyebab terjadinya prilaku penyimpangan seksual
menurut Islam:[12]
1. Tidak
ada pendidikan dan bimbingan agama dari kecil oleh keluarga
2. Karena
pengaruh narkoba oleh lingkungan sekitarnya
3. Kebiasaan
melakukan perilaku seks menyimpang yang semula hanya coba-coba lama kelamaan
menjadi ketagihan
4. Karena
memiliki akhlak yang rendah, tidak mempunyai rasa malu, tidak kuat Imam, dan
tidak mengamalkan ajaran agama yang benar
Penyebab terjadinya Perilaku penyimpangan seksual
menurut Psikologi Pendidikan:[13]
1. Menurut
Ilmu psikologi pendidikan, penyebab prilaku penyimpangan seksual disebabkan
banyak faktor, yang paling dominan ialah faktor psikis dan biologis
2. Faktor
lain selain psikis dan biologi ialah faktor pendidikan, lingkungan rumah
tangga, dan lingkungan masyarakat
3. Faktor
kebiasaan buruk, menurut ilmu psikologi pendidikan dapat dicegah malalui
pendidikan dan pengajaran secara intensif
F.
Pergerakan
gay di Indonesia
Pada tahun 1982, kelompok hak asasi gay didirikan di
Indonesia. Namun terjadi penolakan
oleh orang psikologis dan fisik, orang tua atau pengasuh mereka, dan juga pelecehan seksual.
Kemungkinan terjadinya hal ini adalah bahwa (1) LGBT muda dapat secara spesifik
ditargetkan atas dasar orientasi seksual yang nampak/terlihat atau gender yang
tidak sesuai dengan penampilan mereka, dan (2) bahwa "faktor risiko yang
terkait dengan status minoritas seksual, termasuk diskriminasi, ketidak
beradaan, dan penolakan oleh anggota keluarga meninggikan kemungkinan risiko
untuk menjadi korban, seperti penyalahgunaan zat, hubungan seks dengan banyak
pasangan, atau lari dari rumah. "Sebuah penelitian 2008 menunjukkan
korelasi antara tingkat penolakan oleh orang tua remaja LGB dan masalah
kesehatan negatif.
Tingginya tingkat penolakan keluarga secara signifikan
berhubungan dengan hasil kesehatan yang buruk. Berdasarkan perbandingan rasio,
kalangan lesbian, gay, dan biseks dewasa yang melaporkan tingkat penolakan
keluarga yang lebih tinggi selama masa remaja berisiko 8,4 kali lebih besar
telah melakukan percobaan bunuh diri, 5,9 kali lebih mungkin untuk depresi, 3,4
kali lebih mungkin untuk menggunakan obat-obatan terlarang, dan 3,4 kali lebih
mungkin untuk terlibat dalam hubungan seks tanpa pengaman dibandingkan dengan
teman sebaya dari keluarga dengan tingkat penolakan keluarga rendah atau tidak
ada sama sekali.
Dikutip dari Pojoksatu.Id Jakarta. Pernikahan sejenis di
Indonesia belum bisa diterima seperti di sejumlah negara di dunia. Namun, bukan
berarti tidak ada pernikahan sejenis di tanah air. Sejak 2010 hingga 2015,
setidaknya ada 7 pernikahan sejenis yang terjadi di Indonesia.[14]
Berikut ini 7 pernikahan sejenis di Indonesia yang
sempat menggegerkan publik.
1. Pernikahan
Sesama Pria di Bali
Pasangan
sejenis, Tiko Mulya dan Joe Tully melangsungkan pernikahan sejenis di Bali. Foto-foto
pernikahan sepasang pria di sebuah lokasi di Bali, menghebohkan media sosial.
Pernikahan sesama jenis itu melibatkan pria Indonesia dan warga negara asing,
yakni Tiko Mulya dan Joe Tully. Di foto tersebut terlihat Tiko Mulya dan Joe
Tully berpose mesra, saling berpegang tangan dan saling menempelkan dahi mereka.
2. Sepasang
Gay Menikah dengan Upcara Adat
Sepasang pria melangsungkan pernikahan sejenis di
Bali. Setelah pasangan sejenis Tiko Mulya dan Joe Tully, pernikahan gay kembali
menghebohkan Bali. Pernikahan pasngan pria ini diduga digelar secara upacara Hindu
di Pulau Dewata. Kabid Humas Polda Bali Kombes Hery Wiyanto mengatakan, kapolda
tak pernah menyangka masih terjadi kembali. Pihaknya khawatir kejadian ini
membuat masyarakat resah. ”Jangan sampai hal ini kembali meresahkan seperti
yang terjadi sebelumnya di wilayah Ubud Gianyar. Kita akan koordinasikan ini
kepada pihak Cyber Crime,” kata Hery Wiyanto, seperti dilansir Metropolitan.id,
Kamis (31/12/2015).
3. Pernikahan
Sesama Wanita di Gowa Sulsel
Seorang wanita di Gowa, Sulawesi Selatan, bernisial
NS melaporkan suaminya sendiri yang berinisial JN yang diketahui adalah seorang
wanita. Uniknya, laporan tersebut baru dilakukan NS setelah usia perkawinan
sudah berumur enam tahun pada tahun 2011 lalu. JN, wanita asal Wakatobi,
Sulawesi Tengah akhirnya berurusan dengan polisi atas dugaan pemalsuan
identitas terhadap korban berinisial NS. Korban mengaku baru mengetahui
suaminya berjenis kelamin perempuan setelah menyampaikan niatnya untuk menikah
lagi.
4. Pernikahan
Sesama Wanita Lesbian di Sulsel
Setelah NS dan JN, pernikahan sejenis kembali
terjadi di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan (Sulsel). Sepasang wanita lesbian,
IT (19) dan VN (23) menikah di Bontomarannu, Gowa, pada 2014 lalu. Pernikahan
sesama wanita lesbian itu baru terbongkar saat orangtua VN, Darmawati, membaca
SMS dari IT. SMS itu masuk di ponsel VN, anak Darmawati. Ia pun kaget setelah
mengetahui suami putrinya ternyata menjalin hubungan dengan seorang wanita. “IT
ini lesbian. Modusnya VN dilamar oleh kakak IT, bernama Wawan pada 19 Oktober
2014. Ternyata lamaran tersebut hanya kedok untuk mengelabui orangtua VN agar
nantinya IT dan VN bisa hidup serumah,” ujar Kapolsek Bontomarannu, AKP Abdul
Rahman, 3 November 2014.
5. Pernikahan
Sesama Wanita di Mandar Sulselbar
Setelah satu tahun menjalani biduk rumah tangga,
Bersalina (20) baru menyadari jika suaminya ternyata berjenis kelamin
perempuan. Merasa tertipu, warga Polewali Mandar, Sulselbar itu akhirnya
melaporkan suaminya ke polisi. Bersalina dan Ichal menikah tahun 2014 lalu.
Pernikahan digelar di gereja di Polewali Mandar. Setahun menikah, semua
lancar-lancar saja, hingga akhirnya Bersalina menemukan darah di celana dalam
suaminya. Setelah diperiksa, ternyata suaminya datang bulan alias menstruasi. “Korban
(Bersalina) merasa tertipu karena suaminya perempuan. Korban baru mengetahuinya
setelah setahun menikah,” ujar Kapolres Mamasa AKB Muhamad Alfian, Rabu
(13/5/2015).
6. Pernikahan
Sejenis di Boyolali
Pernikahan sejenis di Boyolali Jawa Tengah pada
Oktober 2015 menggegerkan warga. Pasangan sejenis melangsungkan syukuran
pernikahan pada Sabtu (10/10/2015). Pernikahan sejenis di Desa Cluntang,
Kecamatan Musuk, Boyolali itu sontak menjadi buah bibir warga setempat.
Pasangan sejenis itu berinisial Dar alias Rak dan dengan Dum. Keduanya
sama-sama berjenis kelamin pria dengan usia 25 tahun.
7. Pernikahan
Sejenis di Bekasi Jawa Barat
Pernikahan sejenis antara Umar dan Fransiska
Anastasya Octaviany alias Icha terjadi di Jatiasih Bekasi Jawa Barat pada 2010
lalu.
G. Homoseksual dalam pandangan Hukum
Kehidupan Pelaku Homoseksual dan Undang-Undang Hukum Di
Negara Indonesia. Kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia
tidak dilindungi oleh undang-undang. Aktivitas homoseksual legal di Indonesia,
tetapi provinsi Aceh memiliki hukum Syariah anisasi sejenis lainnya bermunculan pada akhir
tahun 1980-an dan 1990-an. Kini, asosiasi LGBT utama di Indonesia adalah
"Gaya Nusantara", "Arus Pelangi".Yogyakarta, Indonesia,
merupakan tempat diadakannya pertemuan puncak hak LGBT pada tahun 2006 yang
menghasilkan Prinsip-Prinsip Yogyakarta.Namun, pertemuan pada Maret 2010 di
Surabaya dikutuk oleh Majelis Ulama Indonesia dan diganggu oleh demonstran
konservatif.
1.
Berdasarkan
Undang-undang Hukum Negara.
Menteri
Keadilan Indonesia mengusulkan untuk mengkriminalisasikan homoseksual di
seluruh Indonesia pada tahun 2003, akan tetapi gagal. Pada tahun 2002, pemerintah Indonesia memberi
Aceh hak untuk memberlakukan hukum Syariah. Hukuman hanya berlaku bagi orang
Muslim. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(“UU Perkawinan”), perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri.
Pasal
1: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.”
Selain
itu, di dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga bahwa perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.
Ini berarti selain negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan pria,
negara juga mengembalikan lagi hal tersebut kepada agama masing-masing.
Mengenai
perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan antara pria dan wanita
juga dapat kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) beserta penjelasannya dan
Pasal 45 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2011
tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perda DKI Jakarta No.
2/2011”) beserta penjelasannya: Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk: Perkawinan yang
sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh
Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling
lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
Dalam
Qanun Hukum Jinayat Aceh, larangan
homoseksual atau liwath dan musahaqah, jika dibandingkan dengan
undang-undang Hudud di Negeri Kelantan, Malaysia terdapat perbedaan. Di
Kelantan Malaysia, belum dapat diterapkan karena bertentangan dengan
perlembagaan persekutuan Malaysia, pelaku liwath
sama dengan pelaku zina, yaitu merupakan jarimah hudud. Sedangkan musahaqah
berdasarkan ta’zir. Sebagaimana pasal
33 ayat (1) setiap orang yang sengaja melakukan liwath atau musahaqah diancam
dengan ‘uqubat ta’zir paling sedikit
100 (seratus) kali cambuk dan denda paling banyak 1000 (seribu) gram emas murni
atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan. (2) setiap orang yang dengan
sengaja melakukan atau mepromosikan liwat atau musahaqah diancam dengan ‘uqubat ta’zir paling banyak 80 (delapan
puluh) kali cambuk dan denda paling banyak 1.000 (seribu) gram mas murni atau
penjara paling lama 80 (delapan puluh) bulan.[15]
Jika
melihat hukum yang ada di Negara kita tentunya UU No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan (UU Perkawinan) dalam Pasal 1
sangat tegas mengatakan “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
esa” dengan ketentuan tersebut tidak ada peluang atau celah bagi perkawinan
sesama jenis di Indonesia. Kita harus sepakat untuk saat ini perkawinan sesama
jenis sangat mustahil di legalkan di Indonesia, selain tidak ada Undang –
Undang yang memperbolehkan, norma-norma sosial di masyarakat menjadi batu
sandungan terbesar kaum Lesbian, Gay, Bisexual dan Transexual (LGBT). Namun hal
tersebut bukanlah menjadi alasan bagi kaum LGBT untuk terus diam dengan diskriminasi
dan pelanggaran terhadap hak-hak nya sebagai manusia, kaum LGBT harus terus
berjuang dengan cara yang tepat agar suatu saat Indonesia menjadi Negara yang
bebas terhadap diskriminasi dan pengekangan terhadap hak asasi manusia. Konteks
hukum HAM dapat menjadi jalan bagi
perjuangan kaum LGBT untuk mendapatkan hak yang sama seperti warga Negara
Indonesia lainya.
2. Hukum
Homoseksual dari sisi HAM
Banyaknya
opini di media massa terkait dengan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender (“LGBT”) ada beberapa pihak mendukung dan ada yang menolak
keberadaan mereka bahkan banyak analisa yang menarik atas keberadaan LGBT dari
berbagai perspektif diantaranya Agama, Kedokteran, bahkan dalam perspektif Hak
Asasi Manusia; tidak sedikit atas beberapa pendapat tersebut menimbulkan
perdebatan yang mengemuka salah satunya adalah berbicara hak asasi manusia. Kelompok
LGBT di bawah payung “Hak Asasi Manusia” meminta masyrakat dan Negara untuk
mengakui keberadaan komunitas ini.
Bila
kita melihat dari Konstitusi Indonesia yakni Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28
J yang menyatakan sebagai berikut:[16]
(1) Setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. (2) Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Dalam
konstusi Indonesia memandang HAM memiliki batasan, dimana batasanya adalah
tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum; Indonesia memang bukan Negara yang berdasarkan Agama namun
Pancasila jelas menyatakan dalam sila pertamanya “Ketuhanan Yang Maha Esa”
sehingga nilai-nilai agama menjadi penjaga sendi-sendi konstitusi dalam
mewujudkan kehidupan demokratis bangsa Indonesia.
Begitu
juga ditegaskan pula dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 70 yang menyatakan sebagai berikut : “Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh
Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis”.[17]
Dan
Pasal 73 UU HAM yang menyatakan “Hak dan kebebasan yang diatur dalam
Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang,
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi
manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan
kepentingan bangsa”. Pembatasan-pembatasan HAM memungkinkan demi penghormatan
kepada hak asasi manusia oleh karenanya Negara hadir dalam melakukan
batasan-batasan tersebut untuk kepentingan bangsa.
Hak
asasi manusia tidak bisa dijadikan kedok untuk menganggu hak orang lain atau
kepentingan publik. Tidak ada argument yang relevan untuk mengahapus larangan
pernikahan sesama jenis dengan dasar pengahapusan diskriminasi. Gay dan lesbian
bukanlah kodrat manusia melainkan penyakit sehingga tidak relevan
mempertahankan kemauan mereka yakni legalisasi pernikahan sesama jenis atas
dasar persamaan. Persamaan diberlakukan dalam hal pelayanan terhadap orang yang
berbeda suku, warna kulit, dan hal lain yang diterima di masyarakat. Gay dan
lesbian perlu diobati agar normal kembali sehingga tidak merusak masyarakat dan
oleh karenanya kewajiban negara untuk mengobati mereka bukan melestarikannya.
Hak
untuk menikah dan berkeluarga bukan ditujukan untuk menjustifikasi pernikahan
sesama jenis. Hukum perkawinan kita mendefinisikan perkawinan adalah ikatan
lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
H. Dalil dari Al-Qur’an dan Hadits
tentang Homoseksual dan Lesbian Dalam Pandangan Islam
Kalimat ini, barangkali tepat untuk dikatakan pada para
aktivis gerakan Islam Liberal. Sikap
nyeleneh itu, paling tidak disampaikan oleh Dr. Siti Musdah Mulia –yang
katanya– guru besar UIN Jakarta baru-baru ini. Dalam sebuah diskusi yang
diadakan di Jakarta hari Kamis 27 maret 2008 lalu, tiba-tiba ia mengeluarkan
pernyataan bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah kelaziman dan dibuat
oleh Tuhan, dengan begitu diizinkan juga dalam agama Islam. (dilansir
www.hidayatullah.com, Senin 31 maret 2008). Maka menanggapi pernyataan diatas
maka penulis mengambil beberapa dasar untuk dijadikan rujukan antara lain:
1.
Dalil
dari Al-Qur’an
a. Surat
Al-A’raaf ayat 80-84
$»Ûqä9ur øÎ) tA$s% ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 tbqè?ù's?r& spt±Ås»xÿø9$# $tB Nä3s)t7y $pkÍ5 ô`ÏB 7tnr& ÆÏiB tûüÏJn=»yèø9$# ÇÑÉÈ öNà6¯RÎ) tbqè?ù'tGs9 tA$y_Ìh9$# Zouqöky `ÏiB Âcrß Ïä!$|¡ÏiY9$# 4 ö@t/ óOçFRr& ×Pöqs% cqèùÌó¡B ÇÑÊÈ $tBur c%2 z>#uqy_ ÿ¾ÏmÏBöqs% HwÎ) br& (#þqä9$s% Nèdqã_Ì÷zr& `ÏiB öNà6ÏGtös% ( öNßg¯RÎ) Ó¨$tRé& tbrã£gsÜtGt ÇÑËÈ çm»oYøyfRr'sù ÿ¼ã&s#÷dr&ur wÎ) ¼çms?r&zöD$# ôMtR%x. ÆÏB tûïÎÉ9»tóø9$# ÇÑÌÈ $tRösÜøBr&ur NÎgøn=tæ #\sܨB ( öÝàR$$sù y#ø2 c%x. èpt7É)»tã úüÏBÌôfßJø9$# ÇÑÍÈ
Artinya: 80. Dan (kami juga telah mengutus) Luth
(kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa
kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu[551], yang belum pernah dikerjakan
oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" 81. Sesungguhnya kamu mendatangi
lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah
kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. 82. Jawab kaumnya tidak lain hanya
mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu
ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan
diri." 83. Kemudian Kami selamatkan Dia dan pengikut-pengikutnya kecuali
isterinya; Dia Termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). 84. Dan Kami
turunkan kepada mereka hujan (batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang berdosa itu. (QS. Al-A’raaf (7): 80-84).
b. Surata
An Naml ayat 55
öNä3§Yάr&
tbqè?ù'tGs9
tA%y`Ìh9$#
Zouqöky
`ÏiB
Èbrß
Ïä!$|¡ÏiY9$#
4 ö@t/
÷LäêRr&
×Pöqs%
cqè=ygøgrB
ÇÎÎÈ
Artinya: "Mengapa kamu mendatangi laki-laki
untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah
kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)".
c. Surat
Al-Ankabut ayat 29
öNä3§Yάr&
cqè?ù'tFs9
tA%y`Ìh9$#
tbqãèsÜø)s?ur
@Î6¡¡9$#
cqè?ù's?ur
Îû
ãNä3Ï$tR
tx6ZßJø9$#
( $yJsù
c%x.
U#uqy_
ÿ¾ÏmÏBöqs%
HwÎ)
br&
(#qä9$s%
$oYÏKø$#
É>#xyèÎ/
«!$#
bÎ)
|MZà2
z`ÏB
tûüÏ%Ï»¢Á9$#
ÇËÒÈ
Artinya: “Apakah Sesungguhnya kamu patut mendatangi
laki-laki, menyamun[1149] dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat
pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan:
"Datangkanlah kepada Kami azab Allah, jika kamu Termasuk orang-orang yang
benar".
Mengenai pengertian
“menyamun”; [1149] Sebahagian ahli tafsir mengartikan taqtha 'uunas 'sabil dengan melakukan
perbuatan keji terhadap orang-orang yang dalam perjalanan karena mereka
sebagian besar melakukan homosexuil itu dengan tamu-tamu yang datang ke kampung
mereka. ada lagi yang mengartikan dengan merusak jalan keturunan karena mereka
berbuat homosexuil itu.
2.
Dalil
dari Hadist/Sunnah
a. Rasullullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda “Artinya : Barangsiapa yang
kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya”
(HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
b. b.
Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda “Artinya : Sesungguhnya
yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth” (HR
Ibnu Majah, Tirmidzi berkata : Hadits ini hasan Gharib, Hakim berkata, Hadits
shahih isnad).
c. Dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Artinya : Allah melaknat siapa saja yang
melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)” (HR.
Nasa'i).
d. Dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda “Artinya : Allah tidak
mau melihat kepada laki-laki yang menyetubuhi laki-laki atau menyetubuhi wanita
pada duburnya” (HR Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Hibban).
e. Dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda “Artinya : Itu
adalah liwat kecil, yakni laki-laki yang menggauli istrinya di lubang duburnya”
HR Ahmad).
I.
Pendapat
para Ulama tentang Homoseksual
Ulama telah sepakat bahwa hukum
homoseks dan lesbian diharamkan oleh agama Islam dan pelakunya yang telah
terbukti harus dijatuhi hukuman. Namun dalam menjatuhkan hukuman terhadap
pelaku homo diperlukan fakta yang benar dan jelas, baik dari pengakuan dan keterangan
saksi. Tentang saksi yang dibutuhkan untuk membuktikan perbuatan homo, para
ulama fikih berbeda pendapat. Malikiyah, Syafi’iyah, hanabilah berpendapat
bahwa saksi homo sama dengan saksi perzinaan, yaitu empat orang laki-laki yang
adil dan tidak terdapat salah satunya perempuan. Adapun hanafiah berpendapat
bahwa saksi homosek tidak sama degan zina. Jika sudah dapat dibuktikan secara
menyakinkan dari fakta yang ada, malka secara hukum Islam perlaku homo dapat
dijatuhi hukuman. Apa dan bagaimana hukuman yang harus diterima oleh pelaku
homo? Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama yang
tidak lebih berkisar pada tiga hukuman;
1. Dihukum
mati
2. Dihukum
seperti hukuman zina. Artinya jika pelakunya perjaka (ghairu mukhson), ia harus didera seratus kali, jika pelakunya
sudah menikah (mukhson), ia harus
dirajam sampai mati
3. Diganjar
dengan hukuman ta’zir
Perdapat pertama antara lain
dianut Imam Syafi’i, bahwa pasangan homosek dihukum mati. Pendapat Imam Syafi’i
didasarkan oleh hadits Nabi yang diriwayatkan oleh khamsah (perawi hadits yang
lima), kecuali nasa’i, dari ibnu Abbas Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Siapa yang mendapat orang lain berbuat
perbuatan kaum Nabi Luth, yaitu homoseks, maka bunuhlah pelaku dan yang
diperlakukannya (pasangannya”)”. Pendapat imam Syafi’i tersebeut juga
diperkuat oleh al-Munziri, bahwa Abu Bakar dan Ali pernah menghukum mati
terhadap pasangan homoseks.[18]
Ada pendapat lain yang menyebutkan
bahwa Menurut Imam Syafi’i, praktik homoseksual tidak
dikategorikan zina, tetapi terdapat kesamaan, di mana keduanya sama-sama
merupakan hubungan seksual terlarang dalam Islam. Hukuman untuk pelakunya:
kalau pelakunya muhshan (sudah
menikah), maka dihukum rajam. Kalau gairu muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk
100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Hal tersebut sama dengan pendapat
Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, An Nakha’I, Al Hasan dan Qatadah.[19]
Pendapat kedua dikemukakan
oleh al-Auza’i, Abu Yusuf, dan lain-lain bahwa hukuman yang harus diterima oleh
pelaku homoseks adalah disamakan dengan hukuman zina, yaitu dengan cara didera
dan diazingkan bagi yang belum kawin dan dirajam sampai mati bagi pelaku yang
sudah menikah. Penetapan hukum ini dilakukan dengan cara meng-qiyas dengan hukum zina, di mana hukuman
zina sebagai ashal telah jelas dan
telah ada sebegaimana dijelaskan dala hadis Nabi yang artinya: “Jika seorang pria melakukan hubungan seks
dengan pria lainnya, maka keduanya dihukum orang berzina”. Dirinci lagi
dalam hadis lain, yang artinya: “Hukuman
homo seperti hukum pelaku zina, jika pelakunya mukhson, maka dirajam, bila
ghairu mukhson dicambuk seratus kali”.[20]
Menurut Imam Malik praktek homoseksual dikategorikan
zina dan hukuman yang setimpal untuk pelakunya adalah dirajam, baik pelakunya
muhshan (sudah menikah) atau gair muhshan (perjaka). Ia sependapat dengan Ishaq
bin Rahawaih dan As Sya’bi. Menurut Imam Hambali, praktik homoseksual
dikategorikan zina. Mengenai jenis hukuman yang dikenakan kepada pelakunya
beliau mempunyai nya secara sederhana.[21]
Pendapat ketiga dikemukan antara
lain oleh Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa pelaku homoseks dapat
dikenakan hukum ta’zir, yaitu hukuman yang dijatuhkan terhadapat suatu
kejahatan atau pelanggaran yang tidak ditentukan macam dan kadar hukumannya
oleh Al-Qur’an ataupun Hadits. Ta’zir
bertujuan sebagai edukatif, besar ringannya hukuman diserahkan kepada
pengadilan.[22]
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) berpendapat :
praktik homoseksual tidak dikategorikan zina dengan alasan: Pertama: karena
tidak adanya unsur (kriteria) kesamaan antara keduanya. unsur menyia-nyiakan
anak dan ketidakjelasan nasab (keturunan) tidak didapatkan dalam praktik
homoseksual. Kedua: berbedanya jenis hukuman yang diberlakukan para sahabat
(sebagaimana di atas). Berdasarkan kedua alasan ini, Abu Hanifah berpendapat
bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual
adalah ta’zir (diserahkan
kepada penguasa atau pemerintah).[23]
Hukuman
ta’zir yang ditetapkan oleh Imam Abu
Hanifah kepada pelaku homoseks seperti tersebut di atas didasari oleh pemikiran
bahwa homoseks tidak membawa akibat yang lebih berbahaya jika dibandingkan
dengan zina. Homo tidak membuahkan keturunan dan tidak merusaknya. Maka
homoseks menurutnya tidak dapat dihubungkan dengan zina ditambah hukumannya
tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits, maka lebih tepat jika hukumannya
diserahkan kepada hakim (ta’zir).
Imam
al-Syaukani dalam menilai hukuman yang dikemukakan oleh para ulama sebagaimana
tersebut di atas, sampai kepada titik kesimpulan bahwa yang lebih kuat adalah
pendapat pertama yang menghukumi pelaku homo dengan hukuman mati. Karena
didasari oleh nash sahih (hadis) yang jelas maknanya. Adapun pendapat kedua dan
ketiga yang mempersamakan hukumannya dengan zina dan ta’zir, menurut al-Syaukani dipandang lemah karena bertentangan
dengan nash yang telah menentukan hukuman mati (hukuman had), bukan hukuman ta’zir.
Menurut Muhammad Ibn Al Hasan As Syaibani dan Abu Yusuf
(murid Abu Hanifah) : praktik homoseksual dikategorikan zina, dengan alasan
adanya beberapa unsur kesamaan antara keduanya, seperti: Pertama, tersalurkannya syahwat pelaku. Kedua, tercapainya kenikmatan (karena penis dimasukkan ke lubang
dubur). Ketiga, tidak diperbolehkan
dalam Islam. Keempat, menumpahkan (menya-nyiakan) air mani. Berdasarkan alasan-alasan
tersebut, Muhammad Ibn Al Hasan dan Abu Yusuf
berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual sama seperti
hukuman yang dikenakan kepada pezina, yaitu: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum
rajam (dilempari dengan batu sampai mati), kalau gairu muhshan (perjaka), maka dihukuman cambuk dan diasingkan selama satu tahun.
Jadi yang menentukan suatu hukum sudah menjadi Ijma’ atau belum adalah paramujtahid (ahli ijtihad) yang berkompeten
dalam bidangnya dan bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah orang-orang memiliki
syarat-syarat baku yang mendukungnya untuk memahami nash-nash (Al-Quran dan As-Sunah) dan mengaitkannnya dengan
realita, seperti menguasai ilmu-ilmu seperti bahasa Arab,maqasidus syari’ah,
fikih dan ushul fikih, ilmu tafsir dan lain sebagainya disebutkan dalam ushul
fikih.
J.
Pengaruh
Homoseksual dengan Jiwa, Pikiran, dan Akhlak
Perbuatan homoseksual dapat merusak
jiwa dan kegoncangan yang terjadi dalam diri seseorang. Pelaku homoseksual
merasakan adanya kelainan-kelainan perasaan terhadap kenyataan dirinya. Dalam
perasaannya, ia merasa sebagai orang wanita, sementara kenyataannya organ
tubuhnya adalah laki-laki sehingga ia lebih simpati pada orang yang sejenis
dengan dirinya untuk memuaskan libido seksualnya. Berdasarkan analisis data,
pengaruh homoseksual terhadappikiran sebagai berikut;[24]
a. Terjadi
suatu syndroom atau himpunan
gejala-gejala penyakit mental yang disebut penyakit lemah syaraf (neurasthenia)
b. Terjadi
depresi mental yang mengakibatkan ia
lebih suka menyendiri dan mudah tersinggung sehingga tidak dapat merasakan
kebahagiaan hidup
c. Terjadi
penurunan daya pikir. Ia hanya dapat berpikir secara global, daya abstraksinya berkurang dan minatnya juga
sangat lemah sehingga secara umum dapat dikatakan otaknya menjadi lemah.
Adapun jika ditinjau dari segi akhlak,
maka pelaku homoseksual ialah suatu perbuatan tercela yang merusak akhlakul
karimah dan merupaka suatu penyakit jiwa yang berbahaya.
BAB
III
PENUTUP
1.
Pernikahan adalah upacara
pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang (Pria
dan Wanita) dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama,
norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki nilai sakral banyak
ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas
sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan
aturan-aturan atau hukum agama tertentu pula.
2.
Sedangkan istilah lain Homosek
dan Lesbian sering disebut menggunakan istilah “homophili” (philein=mencintai). Sedangkan definisi umum adalah seorang homophil ialah seorang pria atau wanita,
tua atau muda, yang tertarik atau jatuh cinta kepada orang yang berjenis
kelamin sama, dengan tujuan mengadakan persatuan hidup, baik untuk sementara
maupun untuk selamanya.
3.
Al-Qur’an mengemukakan ciri-ciri
Kaum Homosek dan lesbian kedalam beberapa cirinya yaitu: a. Tabiat mereka
terbalik dengan fitrah yang Allah SWT berikan pada manusia. b. Hilangnya rasa
malu pada dirinya terhadap manusia. c. Pikiranya selalu mengajak ketindakan
yang keji. d. Mereka disebut sebagai orang-orang yang melampaui batas.
4. Menurut peraturan Sariat Islam bahwa perbuatan para pelaku Gay dan Lesbian
termasuk kedalam kaum Nabi Luth yang di golongkan kedalam orang yang melampaui
batas serta di azab yang pedih. Berkaitan dengan pendapat para ulama, dalam
hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama yang tidak lebih
berkisar pada tiga hukuman; (1) Dihukum mati, (2) dihukum seperti hukuman zina.
Artinya jika pelakunya perjaka (ghairu mukhson),
ia harus didera seratus kali, jika pelakunya sudah menikah (mukhson), ia harus dirajam sampai mati, (3) diganjar dengan
hukuman ta’zir.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Anggi Farhan,
“Pernikaha Sesama Jenis”, dinukil dari http://anggifarhan04.blogspot.co.id, pada
tanggal 10 Oktober 2016.
Mahfud, Rois, “AL-ISLAM (Pendidikan Agama Islam)”,
Erlangga:2011.
Sapiudin Shidiq,
“Fikih Kontemporer”, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.
Yatimin, “Etika Seksual dan Penyimpangannya dalam
Islam (Tinajauan Psikologi Pendidikan dari Sudut Pandang Islam)”, Jakarta:
AMZAH, 2003.
Pojok satu, “Pernikahan Sejenis di Indonesia”
dinukil dari http://pojoksatu.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
Neng Jubaidah, “PERZINAAN (Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau
dari Hukum Islam”, Jakarta: Kencana, 2010.
Sylviani Abdul Hamid, “LGBT dalam Perspektif HAM hukum Positif”, dinukil dari
http://www.portalpiyungan.com, pada tanggal 19 Oktober 2016
[1] Anggi Farhan, “Pernikaha Sesama Jenis”, dinukil dari http://anggifarhan04.blogspot.co.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
[4] Anggi Farhan, “Pernikaha Sesama Jenis”, dinukil dari http://anggifarhan04.blogspot.co.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
[5] Anggi Farhan, “Pernikaha Sesama Jenis”, dinukil dari http://anggifarhan04.blogspot.co.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
[9] Yatimin, “Etika Seksual dan Penyimpangannya dalam
Islam (Tinajauan Psikologi Pendidikan dari Sudut Pandang Islam)”, (Jakarta:
AMZAH, 2003), hlm. 110-111
[10] Anggi Farhan, “Pernikaha Sesama Jenis”, dinukil dari http://anggifarhan04.blogspot.co.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
[11] Anggi Farhan, “Pernikaha Sesama Jenis”, dinukil dari http://anggifarhan04.blogspot.co.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
[12] Yatimin, “Etika
Seksual dan Penyimpangannya dalam Islam (Tinajauan Psikologi Pendidikan dari
Sudut Pandang Islam)”, (Jakarta: AMZAH, 2003), hlm. 112
[14] Pojok satu, “Pernikahan Sejenis di Indonesia”
dinukil dari http://pojoksatu.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
[15] Neng Jubaidah, “PERZINAAN (Dalam Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam”, (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm. 114-115
[16] Sylviani Abdul Hamid, “LGBT dalam Perspektif HAM hukum Positif”,
dinukil dari http://www.portalpiyungan.com, pada tanggal 19 Oktober 2016
[19] Anggi Farhan, “Pernikaha Sesama Jenis”, dinukil dari http://anggifarhan04.blogspot.co.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
[21] Anggi Farhan, “Pernikaha Sesama Jenis”, dinukil dari http://anggifarhan04.blogspot.co.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
[23] Anggi Farhan, “Pernikaha Sesama Jenis”, dinukil dari http://anggifarhan04.blogspot.co.id, pada tanggal 10 Oktober 2016
[24] Yatimin, “Etika Seksual dan Penyimpangannya dalam
Islam (Tinajauan Psikologi Pendidikan dari Sudut Pandang Islam)”, (Jakarta:
AMZAH, 2003), hlm. 111