“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah: 60).
Pada dasarnya,
mengulas pembahasan tentang makna fakir
merupakan hal yang sangat perlu kiranya
bagi kita sebagai orang muslim untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Karena pemaknaan kalimat fakir di sini bukan hanya terdapat pada keadaan yang kita
alami saja, tetapi juga apa yang sedang jiwa kita alami. Adapun makna fakir yang berkembang adalah lawan dari ghani (kaya,
cukup), yang meliputi kondisi lemah, ketidak berdayaan, membutuhkan, dan
melarat. Secara istilah, fakir adalah orang yang tidak mendapatkan bahan untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya. Asy-Syafi’i berpendapat fakir adalah orang yang
tidak memiliki kekayaan, dan tidak memiliki mata pencaharian yang tetap, baik
orang cacat maupun tidak, meminta-minta atau tidak.
Pada dasarnya, makna
fakir adalah orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan
tenaga untuk memenuhi penghidupannya. Dan juga pengertian lain tentang orang
fakir itu sendiri ialah siapa yang membutuhkan apa yang tidak dimilikinya, dan
manusia semua membutuhkan Allah Ta’ala, dikarenakan mereka
membutuhkan-Nya demi kelangsungan wujud mereka. Berkaitan dengan terciptanya
manusia, awal wujud mereka berasal dari-Nya dan hal itu bukan untuk mereka,
tetapi untuk Allah Ta’ala. Dialah Allah Yang Maha Kaya. Berbeda dengan orang
yang miskin harta, yaitu orang yang tidak punya harta yang dibutuhkannya bagi
penghidupannya.
Dengan pemaknaan
yang banyak tentang fakir. Sedikitnya Makna
fakir sendiri menurut al-Isfahani memiliki empat kategori. Pertama, fakir
bermakna membutuhkan dalam hal yang paling mendasar, berlaku bagi seluruh
manusia dan seluruh makhluk yang ada. Pemaknaan fakir disini memiliki arti
tentang kebutuhan manusia kepada Allah. Dan hal ini tentu dialami oleh seluruh
manusia, karena hal ini merupakan sesuatu yang sangat mendasar. Walaupun
manusia membutuhkan Tuhannya dengan cara yang berbeda-beda. Berbeda pula dengan
orang kafir yang sudah tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya. Karena mereka
(orang-orang kafir) sudah tidak percaya kepada Allah dan rasulnya, mereka
berusaha membujuk manusia yang lain untuk ikut bersama mereka dengan banyak
cara yang ditempuhnya supaya para orang-orang muslim ikut bersama mereka dalam
keyakinan kepada Tuhannya.
Kedua, fakir dalam makna tidak memiliki kekayaan untuk mencukupi
kebutuhan hidup. Pengertian fakir disini sevar substansial satu makna dengan
miskin. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya; “Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dilunakkan hatinya, untuk
(memerdekakan) budak untuk (membebaskan), orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah:60). Ayat di atas
mengintruksikan bagi manusia agar memberikan zakat kepada orang-orang yang
telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya tersebut.
Dan juga tentang beberapa orang yang berhak menerima
zakat ialah: pertama, orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya,
tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. Kedua, orang
miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. Ketiga,
Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan
zakat. Keempat, Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan
orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. Kelima, memerdekakan
budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang
kafir. Keenam, orang berhutang: orang yang berhutang Karena untuk
kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. adapun orang yang
berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan
zakat, walaupun ia mampu membayarnya. Ketujuh, pada jalan Allah
(sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di
antara mufassirin ada yang berpendapat bahwa fi sabilillah itu mencakup juga
kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan
lain-lain. Kedelapan, orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan
maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Delapan kelompok orang
tersebut, merupakan kelompok orang berhak mendapatkan zakat yang ditunjukkan
oleh Allah dalam al-Quran. Dan orang fakir menduduki kedudukan tertinggi dalam
hal tersebut.
Ketiga, kefakiran jiwa. Ini merupakan sejelek-jeleknya kefakiran. Kategori
ini kebalikan dari sifat qana’ah atau kekayaan hati seperti tergambar pada
orang fakir dalam firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya “(Berinfaqlah)
kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak
dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya
Karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat
sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah
Maha Mengatahui.”(QS. Al-Baqarah:273). Ayat di atas memaparkan tentang
jenis orang yang fakir dalam jiwanya bukan dalam kehidupannya di dunia.
Seseorang yang fakir dalam jiwanya, tentu dia akan fakir terhadap pertolongan Allah
SWT yang merupakan Maha Kaya dan juga penolong bagi umatnya yang benar-benar beriman
dan bertaqwa kepada-Nya.
Keempat, kefakiran terhadap petunjuk dan bimbingan Allah Ta’ala. Jenis fakir
di sini dekat pengertiannya dengan jenis orang yang kefakiran jiwa. Karena
masalah kejiwaan yang dialami oleh manusia tentu akan selalu berdampak bagi
kehidupan jasmaniyahnya. Yang secara sepontanitas sifat lahiriyahnya dan
bathiniyahnya manusia selalu berjalan berdampingan dan tidak bisa
berjalan dengan hanya sebelah saja. Penyeimbangan keadaan dua sifat tersebut
merupakan hal yang dianjurkan supaya keadaan seseorang berjalan dengan stabil.
Keutamaan orang yang hidup dalam kefakiran
Allah SWT memang Maha Adil dan
mengetahui terhadap seluruh hamba-hamba-Nya yang membutuhkan-Nya. Dan hal
inilah yang dialami oleh orang-orang yang fakir. Tentu pemaknaan fakir di sini,
bukan bermakna fakir kejiwaannya akan Allah SWT. Akan tetapi, fakir akan
kehidupan dunia yaitu berkaitan dengan harta ataupun tenaga untuk memperoleh
harta tersebut agar bisa memenuhi kelangsungan hidupnya baik dirinya ataupun
keluaganya. Dengan demikian, sedikitnya ada tiga keutamaan orang fakir
dibandingkan dengan orang yang lainnya. Dianraranya;
1. Fakir miskin adalah mayoritas penduduk surga. Allah SWT Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Dengan sifat kasih sayang-Nya yang tiada
tandingannya kepada hamba-hambanya yang beriman kepadanya. Sehingga dengan
mudahnya menempatkan mayoritas orang fakir miskin di surga, walaupun banyak
juga manusia yang masuk ke dalam nerakanya dikarenakan dilanda kefakiran itu
sendiri sehingga dia berpaling dari jalan Allah SWT. Penempatan para
orang-orang fakir di dalam surga-Nya, sebagaimana Rasulullah Shallallohu alahi
wasalam bersabda yang artinya “Saya melihat surga dan mayoritas penghuninya
adalah orang-orang fakir. Kulihat ke dalam neraka, yang terbanyak penghuninya
adalah orang kaya” (HR. Al-Bukhari). Besar kemungkinan kehidupan yang serba
kekurangan akan membawa seseorang pada sebuah kesempurnaan hidup dengan selalu
bisa bersabar atasnya dan percaya akan Kasih Sayang Allah kepadanya dan juga bisa
sebaliknya. Begitu pula dengan hidup yang bergelimang harta, besar kemungkinan
akan membawa seseorang pada sebuah kerugian hidup dikarenakan sifat sombong,
takabbur, dan kufur atas nikmat Tuhan dan juga bisa sebaliknya. Dengan demikian,
supaya dua kerugian tersebut tidak menimpa diri kita. Kita perlu kiranya
menjaga keseimbangan hidup dan juga harus bersabar atas taqdir Tuhan yang telah
ditetapkan kepada kita.
2. Mereka orang-orang pertama yang
memasuki surga. Surga merupakan tempat terindah dari kehidupan manusia setelah
kembali keharibaan Allah. Karena sebenarnya dengan adanya kehidupan dunia, itu
tidak lepas dari aturan hidup yang sudah Allah tetapkan dalam Al-Qur’an agar
manusia bisa menjadikan dunia salah satu tempat suapaya manusia bisa
meggunakannya dengan baik dan pada akhirnya bisa termasuk manusia yang masuk ke
surga Allah SWT. Tentu untuk mencapai hal yang demikian tidak mudah, perlu
menjalani proses kehidupan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada hamba-hambanya.
Dan salah satu kehidupan yang bisa menjadikan kita masuk surga lebih dahulu
ialah orang yang fakir akan keduniaan dan menjadikan kehidupan akhirat adalah
tujuan utama dan paling diutamakan. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallohu
alahi wasalam bersabda yang artinya “Fuqara kaum muslimin lebih dahulu masuk
surga dari orang-orang kaya setengah hari, yaitu 500 tahun ” (HR. At-Tirmidzi).
3. Pertolongan dan rezeki dari Allah disebabkan dengan doa
orang-orang yang lemah, shalat dan keikhlasan mereka. Betapa mulianya
orang-orang fakir yang bisa menjadikan kefakirannya jalan untuk mendekatkan
dirinya kepada Allah dan juga dengan kefakirannya dia bisa bersabar atas segala
taqdir Allah yang telah ditetapkan kepada hamba-hambanya. Karena, keadaan tersebut
hanya bisa dijalankan oleh orang-orang yang beriman sepenuhnya kepada Allah,
baik secara lahiriyah ataupun bathiniyah. Intervensi sifat yang
tampak oleh kasat mata ataupun tidak, kalau benar-benar sudah tertanam dalam
diri manusia dan tidak karena keinginan yang lain di luar kemaslahatan dirinya
sendiri, maka manusia tersebut akan selalu berusaha untuk mencari kesempurnaan
hidup dan berusaha untuk menjadi insan kamil. Hal itu akan manusia capai
melalui jalan keridhaan hidup dengan berbagai keadaan, salah satunya adalah
kefakiran. Karena Allah membedakannya dengan orang yang kaya. Sebagaimana
Rasulullah Shalallohu alaihi wasalam bersabda yang artinya: “Allah hanya
menolong umat ini karena orang-orang lemah mereka dengan doa, shalat dan
keikhlasan mereka.” (HR. An-Nasa’i). Begitulah Allah memperlakukan
hamba-hambanya yang mencintai kesederhanaan dan dengan kesederhanaannya dia
berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Jadilah Orang yang fakir harta, tapi Kaya Hati.
Kehidupan bagi manusia,
laksana ladang yang harus diolah ataupun dikembangkan dengan sedemikian rupa
sesuai dengan keinginan kita masing-masing. Akan tetapi, Allah SWT selalu
mengingatkan kita agar selalu berada di jalan-Nya walau dalam keadaan yang
bagaimanapun. Karena kasih sayang Allah tidak pernah luntur sedikitpun bagi
hamba-hambanya yang mau bertaubat dan juga yang selalu introspeksi diri dalam
hal keduniawian. Dengan usaha yang berbeda-beda yang ditempuh oleh setiap
manusia, berdampak kepada pencapaian yang diraihnya juga. Dari itu segala macam
kehidupan manusia ada dan selalu di bawah kekuasaan-Nya. Ada yang muskin ada
pula yang kaya, ada yang bahagia dan ada pula yang sengsara. Tapi, walaupun
kita fakir harta, jangan sampai kita fakir hati. Macam-macam kehidupan manusia
tersebut merupakan keadaan yang di bawah aturan main Allah SWT dan kita hanya
bisa menjalaninya dengan do’a dan usaha yang selalu manusia panjatkan kepada Tuhannya
dengan penuh kesungguhan kepasrahan dalam penyerahan diri. Wallahu a’lam bish shawab.