Apabila kita membicarakan masalah pengintegrasian
antara kemanusiaan dan Ilmu Agama, pastinya kita akan berfikir tentang bagaimana
sebenarnya hubungan antara keduanya hingga menjadikan sebuah kesatuan yang
kongkrit, dan menjadikan sebuah hubungan yang memiliki nilai-nilai keislaman
dan kemanusiaan yang haqiqi. Hal ini sangat di perlukan untuk menentukan status keislaman yang sebenarnya,
dan juga agar seseorang bisa mendifinisikan Islam secara benar dan tepat.
Dalam masalah pendifinisian Islam, seseorang dituntut untuk mengetahui
terlebih dahulu status dirinya. Agar pemikirannya dapat diterima saat mendifinisikan hal tersebur, walaupun masih
belum mencukupi kriteria yang ada. Karena seperti zaman yang sekarang ini.
Banyak orang-orang yang memang di anggap berperan penting dalam masalah
keislaman. Akan tetapi banyak pula dari mereka yang mengabaikanya, seperti;
banyaknya para Alim Ulama’ yang terjun kedalam dunia politik pada masa
kini.
Pada saat ini, di samping kita masih memperjuangkan tentang bagaiman kita
bisa terlepas dari kelompok-kelompok yang mencampur adukkan antara masalah
keislaman dan kepolitikan. Hal ini tidak akan bisa terjadi, bila mana kita
tidak bisa menahan diri dari realita para orang-orang yang telah lama terjun
dan menekkuni hal tersebut.
Dan juga, apabila kita sedang memperjuangkan tentang baaimana kita bisa
meghindar dari masalah perpolitikan. Hal yang sangat penting juga, bagaiman
kita bisa menghindari jauh-jauh paham-paham yang ada dalam Islam itu sendiri.
Sampai kini, sisa-sisa keturunan kelompok wahabi yang kemudian membentuk kelas
ulama masih tetap penting sebagai kekuatan pengimbang kebijaksanaan pemerintah
dalam memodernisasikan diri dan msyarakat.
Dalam masalah kemanusiaan dalam Islam. Pastinya kita tidak boleh
memandang sebelah mata kepada mereka yang senang memcampur adukkan antara
masalah keagamaan dan kepolitikan. Karena pada saat ini memang di Negara kita
Indonesia banyak sekali pemimpin-pemimpin politik yang sangat kita
banga-bangakan keprioritasanya.
Sebenarnya, pemimpin politik itu banyak sekali adanya. Tapi, yang terjadi
pada saat ini, potensi penciptaan para pemimpin riil tergantung kondisi
kecendrungan sejarah. Masyarakat kita pernah mengalami kemunculan politik dari
“sawah”, ketika struktur kehidupan agraris msih dominan. Saat itu, setiap
perubahan cepat yang menghancurkan struktur agraris menimbulkan perlawanan dari
para petani.
Hal yang menjadi acuan sekarang adalah masalah hubungan kemanusian itu
sendiri. Bukan lagi manusia menjadikan Islam sebagai acuan tata hidup dan
kehidupan manusia pada masa kini. Kareana pada realita yang ada, manusia
cendrung melakukan sebuah tindakan yang benar-benar keluar dari ajaran Agama
Islam, akan tetapi mereka lebih tidakberani, bila mana berhubungan dengan
manusia-manusia yang memang memiliki nilai plus di tengah-tengah mereka.
Sehingga mereka rela mengorbankan agamanya sebagai alternatif kedua dalam menjadikan
acuhan hidupnya.
Akankah rentetan kehidupan manusia akan berlanjut seperti ini. Akankah
manusia takut hanya kepada hal-hal ataupun kepada yang tampak wujudnya saja.
Tentu, hal ini di luar cernaan otak kita. Karena kenapa?, memang manusia
cendrung lebih takut dan khawatir dirinya menjadi orang yang rendah di
tengah-tengah para kaumnya, dan juga menjadi orang yang tidak memiliki prifasi
dalam menjalanjan hidupnya. Tapi, sadarilah. Dalam menegakkan Syari’at
Agama kita Islam, tidak bisa di pangang sebelah mata. Karena memang, walaupun
seseorang memilki nilai kurang bahkan sangat rendah di kalangan manusia karena
memlakukan sebuah kebenaran ataupun sebuah kejujuran. Akan tetapi, di mata Allah
Swt mereka mendapatkan sebuah kedudukan yang tinggi, yang sangat special, dan
sangat berharga tanpa dimiliki oleh orang-orang yang dalam urusan kehidupanya
lebih menitik beratkan kepada kehidupan kemanusiaan saja.
Tentu, bukan salah satu keinginan yang sempurna. Sebagaiman dalam sebuah
hadits berbunyi yang artinya:”sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk
fisik kita, dan juga itdak pada pakaian kita, akan tetapi Allah melahat kepada
Isi hati kita”, begitulah cuplikan hadits yang di sabdakan oleh Rasulullah
Saw.
Dengan hadits di atas dapat kita mengambil sebuah kesimpulan bahwa; kita
tidak perlu merasa ragu bahkan takut dalam melakukan sebuak kebenaran. Walaupun
konsekuensinya sangat besar di kalangan masyarakat itu sendiri. Karena hal itu
bukanlah dinilai dari sisi kemanusiaannya saja, akan tetapi nilai keTuahanya lebih
di prioritaskan untuk menjadikanya sebuah keputusan yang memang benar dan tidak
melanggar hhukum Islam. Hal itu memang kurang begitu sempurna, karena kita
tidak hanya menilai pada sisi keagamisannya. Akan tetapi, Ilmu Sosial
juga dibutuhkan sebagai pengintegrasiaan di tengah-tengah kehidupan
manusia itu sendiri.
Hal yang terpenting dalam masalah Islam dan kemanusiaan adalah; bagaiman
kita bisa melakukan peran yang sebenarnya sebagai manusia yang memang sudah di
tentukan semua urusan-urusanya oleh Allah Swt. Hanya saja manusia kurang
memahami kedudukanya masing-masing. Tentu, hal itu tidak semudah membalikkan
telapak tangan kita. Karena memang manusia cendrung ikut-ikutan lingkungan yang
ada, baik itu sebuah kebenaran ataupun sebuah kesalahan yang tidak akan memberikan
mafaat apa-apa bagi dirinya. Dan prinsip dirinyalah yang sangat dibutuhkan
untuk membentengi dirinya dari anasir-anasir yang dapat merusak dirinya dan
menjadikanya seorang yang kurang bernilai, baik di mata manusia, lebih-lebih di
mata Allah Swt.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan pendidikan. Definisi dan
pengertian Agama Islam yang dikemukakan oleh para ahli bermacam-macam.
Di bawah ini, ada beberapa definisi tentang Agama Islam yang dikemukakan
oleh beberapa orang ulama dan intellegentsia Islama .
Antara lain: Pertama; Agama Islam menurut “Musthafa Abdu ‘R-Raziq”: Agama (ad-Din) peraturan-peraturan yang
terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan pekerjaan-pekerjaan yang bertaat
dengan keadaan suci, artinya yang bisa membedakan antara mana yang halal dan
mana yang haram, untuk membawa makhluk yang menganutnya memiliki rohani yang
kuat. Kedua; Agama Islam menurut “Majlis
‘Ulama Persatuan Islam”: Agama ialah; wahyu Ilahi yang diturunkan dari
Allah kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap manusia.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat kita ambil kesimpulan secara umum.
Bahwa Agama Islam adalah; wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasulnya
untuk disampaikan kepada manusia yang di dalamnya terhimpun tata aqidah yang mengatur
segala pri-kehidupan manusia dalam pelbagai hubungan; baik hubungan manusia
dengan Tuhanya, ataupun hubungan antara manusia dengan manusia itu sendiri, dan
juga hubungan manusia dengan alam lainya.
Pembahasan dan definisi tentang Agama Islam sebenarnya tidak memiliki
batas yang harus kita jalankan dan perhatikan. Hanya saja Islam memberikan
sebuah jembatan yang harus dilewatinya dan harus dajadikan rambu-rambu dalam
menempuh jalan yang memang kita pilih. Dan jembatan tersebut adalah Syari’at
yang berlaku dalam Islam.
Pada saat kita memberikan pengertian tentang Agama Islam, maka di
anjurkan bagi kita untuk mengetahui tujuan-tujuan yang memang kita inginkan
sesuai dengan pengertian yang kita utarakan. Pengertian yang secara umum dalam
mengemukakan paradigma tentang agama islam itu sendiri tentunya dianjurkan bagi
kita untuk memiliki responsibiliti diri yang kuat dan tertanam kokoh dalam
setiap melakukan hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam itu sendiri.
Hal yang paling mendasar dalam kehidupan duniawiyah adalah terintegrasinya
kedua belah pihak yaitu Islam dan kemanusian. Keduanya merupakan satu kesatuan
dan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dengan selera kita masing-masing. Dan
juga dengan keinginan kita, sesuai dengan selera hidup kita masing-masing.
Sebagaimana pada awal penciptaan Adam sebagai manusia pertama yang hadir di
dunia ini sudah harus mencari pegangan dan panduan hidup yang harus dipegang
teguh dalam menjalani hidupnya. Begitupula dengan Islam. Islam merupakan agama
yang bisa mendatangkan kedamaian bagi para pengikutnya, hal ini bukan hanya
metafora kehidupan saja. Akan tetapi, pembuktian kepada dunia nyata sudah
dahulu dimulai. Hanya sekarang kita perlu pembenahan diri para individunya saja
agar lebih komplit dalam menentukan tujuan dan pandangan dalam hidupnya.
Agama Islam merupakan agama yang terakhir. Karena sebuah agama akan
menjadi agama yang terakhir bilamana kitab sucinya tidak bisa dicampuri oleh
tangan-tangan jahil manusia. Hal ini tentu, merupakan sebuah kejelasan karena
kalau kita mengkaji agama-agama sebelumnya yang pernah dianut oleh manusia,
pada saat ini kitab yang menjadi acuanya sudah mengalami banyak
perubahan-perubahan terutama dalam menentukan sebuah hukum sesuatu dalam agama
tersebut.
Pada saat kita berbicara tentang kemanusiaan.
Seakan akan kita membicarakan diri kita sendiri. Yang mana setiap manusia
memiliki tujuan hidup masing-masing. Terutama yang berkaitan langsung dengan
hubungan manusia dengan Tuhanya. Hal yang terpenting dalam kehidupan kita sebagai
manusia adalah tujuan hidup kita yang tak lain hanya untuk beribadah kepada
Allah. Dan juga dalam setiap urusan kita di dunia bila kita niatkan sebgai
ibadah kepada Allah, maka pahala yang akan kita peroleh. Sangat jarang sekali
orang yang memang benar-benar menyatu kepada Tuhan yang telah menciptakanya.
Satu hal penting dalam hidup adalah memiliki tujuan. Kita harus bisa memberikan
jawaban: untuk apa kita hidup dan apa yang harus kita lakukan untuk mengisinya.
Memahami secara benar dan tepat tujuan hidup, akan membuat semua yang kita
lakukan lebih terarah, terfokus dan kita pun bisa terhindar dari perbuatan yang
sia-sia. Dampak yang buruk akan terus-terusan datang memncampuri kehidupan
manusia, bilaman tidak bisa mengetahui tentang tujuan hidupnya sendiri. Tidak
dapat dielakkan kembali sebuah kebenaean yang berasal langsung dari llah Swt.
Dan tidak pula dapat di tentang oleh manusia yang bagaimanapun juga.
Orang yang memiliki tujuan, walau
lambat jalanya jauh lebih baik dari
orang yang percepatan tapi tidak memiliki tujuan. Walau lambat, asal istiqmah
melangkah, Insya Allah ia akan sampai ketempat tujuan. Maksud dari sampai
ketempat tujuan di sini, apabila seseorang yang melakukan suatu perkara yang
memang terlahir dari keinginanya sendiri dan juga memiliki tujuan yang pasti besar kemungkinan juga tidak
akan sempurna dalam penyampaianya. Kecuali, apabila seseorang melakukan perkara
tersebut dengan penuh kesungguhan dan juga istiqamah yang tiada hentinya.
Istiqamah merupakan hal yang sangat mudah bila hanya di bayangkan dengan
sekilas, akan tetapi sangat sulit bila dilakukan oleh orang yang memang kurang
benar-benar mempunya tekad yang kuat dala dirinya.
Setidaknya ada tiga tugas utama yang
menanti kita, dan kesanalah tujuan hidup kita arahkan antara lain; 1).Beribadah kepada Allah SWT. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku,” demikian firman Allah dalam QS Adz Dzaariyat [51]
ayat 56. Jadi, kita adalah hamba Allah. Kita harus yakin tiada penguasa yang
kekal abadi selain Allah. Kita harus yakin bahwa semua yang ada di dunia ini
seratus persen ada dalam genggaman Allah. Juga, semua yang terjadi mutlak atas
izin Allah. Hikmahnya, kita tidak boleh menjadi hamba apa pun, selain menjadi
hamba Allah. Saudaraku, bila semua yang dilakukan kita niatkan sebagai ibadah;
sebagai sarana meraih ridha Allah, pasti hidup kita akan tenang. Jaminan Allah
tidak akan tertukar. Masalahnya, sudah ikhlas atau belum niat kita; sudah benar
atau belum ikhtiar kita?. Karena, bilamana seseorang bisa menjaga dirinya dari segala kemudharatan
hidup niscaya dia akan merasakan betapa nikmatnya apabila setiap langkah dan
detak jantung kita dibumbui dengan ungkapan-ungkapan yangbermaksud mengagungkan
asma Allah Swt yang senantiasa hadir dalam perjalanan hidup dankehidupan
manusia. Akhlaq yang benar-benar diluar batas syari’at Islam apabila seseorang
berjalan di atas muka bumi ini dengan sombong,seakan-akan dia berkuasa atas
segala galanya. Ketawaddu’an yang paling mulia adalah pengakuan hamba terhadap
keagungan dan kekuasaan Tuhan-Nya, dengan menumbuhkan kesadaran terhadap zat
yang telah menciptakannya untuk lahir menghirup udara segar kehidupan
duniawiyah (al-haya’ ad-dunyawiyyah). Hal inilah yang menjadi perekat
antara hubungan hamba kepada Tuhan-Nya, dan juga dengan hal ini seseorang
senantiasa akan terjaga dari tipu daya muslihat kehidupan dunia. 2). Sebagai
khalifah. Allah Yang Maha mulia menjadikan kita sebagai khalifah atau wakil
Allah di muka bumi. Maka, jangan pernah terdetik dalam pikiran untuk
menyia-nyiakan amanah besar ini. Jangan pernah terpikir untuk bertindak
setengah-setengah, delapan puluh persen, atau sembilan puluh persen. Lakukanlah
seratus persen. Lakukan secara maksimal, agar hasil yang kita dapatkan maksimal
pula. Saudaraku, hidup hanya sekali. Maka lakukanlah yang terbaik, agar saat
kematian kelak, kita tengah berada di puncak prestasi. Boleh jadi inilah
rahasia mengapa Allah merahasiakan kematian kita. Tujuannya tidak lain agar
kita bersungguh-sungguh dan melakukan yang terbaik kapan pun dan di mana pun.
Kita harus maksimal dalam bekerja agar mendapatkan uang banyak.
Kitapun harus maksimal dalam belajar agar menjadi pintar.
Tentu, semuanya bukan untuk memperkaya dan memintarkan diri, kita mampu
mensejahterakan dan memintarkan orang lain. Kita cukup menjadi perantara saja.
Jadilah manusia terbaik. Yaitu manusia yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya. Karena hal itu merupakan bagian dari perbuatan yang mulia dan terpuji,
baik di kalangan manusia dan juga berpahala di sisi Allah Swt. Pegintegrasian
sebuah amalan manusia untuk bisa berguna dan bermamfaat di kalanganya dan
juga berpahala di sisi Allah, memang merupakan pekerjaan yang membutuhkan
sebuak ketekunan dan tekad niat kuat (an-niyah al-qawiyah) agar bisa
mencapai titik utama tujuan yang kita bina dan inginkan pada awalnya. Melakukan
sebuah pekerjaan apapun tentunya bukan
hanya mmembutuhkan tenaga yang kuat dan prima.
Akan tetapi,
juga membutuhkan doronga spiritual berupa doa memohon ampunan dan perlindungan Allah
Swt agar selalu hadir dalam setiap langkah perjalanan kita menuju tujuan suci
terhindar daripada muslihat syaithan yang memang sudah jelas-jelas musuh utama
manusia yang selalu harus dihadapi dan dikkalahkan sebelum mengalahkan kita
dengan bermacam-macam tipu dayanya. Penampakan syaithan menjadi musuh manusia
sudah tampak mulai pada awal kehidupan nenek moyang kita yaitu Nabi Adam dan
istrinya Sitti Hawa. Keduanya dikeluarkan dari kenikmatan syurga dan harus
memulai kehidupan baru di alam dunia tiu semua bermula dari godaan dan rayuan
dari Syaithan agar keduanya melakukan suatu perbuatan yang sudah benar-benar di
larang oleh Allah dan masih keduanya melanggarnya, sehingga keduanya juga harus
memohon ampun kepada Allah agar di berikan ampunan. Maka keduanya dikeluarkan
dari syurga menuju kehidupan dunia yang
penuh dengan usaha, perjuangan, dan pengorbanan.
Sebagaimana
dalam sebuah sejarah kerasulan. Nabi Adam diturunkan di tanah Hindustan dan Ibu
Hawa di Jeddah. Kedua-duanya mereka bertemu di musdalifah. Setelah menjngkau
usia tua ia meninggal di tanah Hindustan dan dikuburkan di sana. Setelah satu
tahun berlalu Ibu Hawa wafat di Jeddah dan dikuburkan di sana. 3). Untuk
berdakwah. Saudaraku, di mana pun kita ada, kita harus berdakwah
menyebarkan nilai-nilai Islam. Tentu, cara dakwah kita harus sesuai dengan
tuntunan dari Rasulullah SAW. Setidaknya ada dua formula dakwah yang bisa kita
terapkan, yaitu (1) menjadi bukti keindahan Islam. Akhlak kita harus
mencerminkan nilai-nilai Islam, mulai dari cara makan, bergaul, berkata, bersikap,
berkeluarga, hingga berpolitik harus bisa mencerminkan indahnya Islam. (2)
Dakwah yang kita lakukan bukan untuk menghakimi, tapi untuk membantu; membantu
orang yang tidak paham, menjadi paham Islam; membantu orang yang lupa menjadi
ingat; membantu orang bodoh menjadi pintar; membantu orang lalai menjadi
sungguh-sungguh, dst. Tugas kita hanyalah memberi peringatan.
Peringatan merupakan hal yang termudah yang
bisa kita lakukan dalam keseharian hidup kita. Karena rana perjalanan hidup ini
akan terasa bermakna bilamana kita menjalankannya penuh pengertian dan
pemahaman makna hidup dan kehidupan yang benar. Banyak orang yang tidak tahu
dan salah dalam mengartikan makna dan tujuan hidup. Hal ini tentu akan
berdampak kurang baik dan efektif terhadap semua aktifitas yang bersifat
kejiwaan (rohaniyah).
Berdakwah merupakan hal yang sangat gencar di
lakukan oleh para ulama ulama terdahulu yang memiliki prifasi sebagai penyebar
agamaAllah Swt. Berdakwah yang paling berat biasanya, apabila kita mengajak
orang yang berpendidikan sedangakan dia masih belum mencapai sasaran yang
sebenarnya dalam mengambil dan melakukan sebuiah tindakan keagamaan. Berupa
pelanggaran yang sangat gencar sekali terjadi apabila hal berdakwah tidak terkontaminasi
dengan baik dalam perealisasianya. Wallaahu A’lam Bis-Shawab.