twitter
rss



Apabila kita membicarakan masalah pengintegrasian antara kemanusiaan dan Ilmu Agama, pastinya kita akan berfikir tentang bagaimana sebenarnya hubungan antara keduanya hingga menjadikan sebuah kesatuan yang kongkrit, dan menjadikan sebuah hubungan yang memiliki nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan yang haqiqi. Hal ini sangat di perlukan untuk  menentukan status keislaman yang sebenarnya, dan juga agar seseorang bisa mendifinisikan Islam secara benar dan tepat.
Dalam masalah pendifinisian Islam, seseorang dituntut untuk mengetahui terlebih dahulu status dirinya. Agar pemikirannya dapat diterima saat  mendifinisikan hal tersebur, walaupun masih belum mencukupi kriteria yang ada. Karena seperti zaman yang sekarang ini. Banyak orang-orang yang memang di anggap berperan penting dalam masalah keislaman. Akan tetapi banyak pula dari mereka yang mengabaikanya, seperti; banyaknya para Alim Ulama’ yang terjun kedalam dunia politik pada masa kini.
Pada saat ini, di samping kita masih memperjuangkan tentang bagaiman kita bisa terlepas dari kelompok-kelompok yang mencampur adukkan antara masalah keislaman dan kepolitikan. Hal ini tidak akan bisa terjadi, bila mana kita tidak bisa menahan diri dari realita para orang-orang yang telah lama terjun dan menekkuni hal tersebut.
Dan juga, apabila kita sedang memperjuangkan tentang baaimana kita bisa meghindar dari masalah perpolitikan. Hal yang sangat penting juga, bagaiman kita bisa menghindari jauh-jauh paham-paham yang ada dalam Islam itu sendiri. Sampai kini, sisa-sisa keturunan kelompok wahabi yang kemudian membentuk kelas ulama masih tetap penting sebagai kekuatan pengimbang kebijaksanaan pemerintah dalam memodernisasikan diri dan msyarakat.
Dalam masalah kemanusiaan dalam Islam. Pastinya kita tidak boleh memandang sebelah mata kepada mereka yang senang memcampur adukkan antara masalah keagamaan dan kepolitikan. Karena pada saat ini memang di Negara kita Indonesia banyak sekali pemimpin-pemimpin politik yang sangat kita banga-bangakan keprioritasanya.
Sebenarnya, pemimpin politik itu banyak sekali adanya. Tapi, yang terjadi pada saat ini, potensi penciptaan para pemimpin riil tergantung kondisi kecendrungan sejarah. Masyarakat kita pernah mengalami kemunculan politik dari “sawah”, ketika struktur kehidupan agraris msih dominan. Saat itu, setiap perubahan cepat yang menghancurkan struktur agraris menimbulkan perlawanan dari para petani.
Hal yang menjadi acuan sekarang adalah masalah hubungan kemanusian itu sendiri. Bukan lagi manusia menjadikan Islam sebagai acuan tata hidup dan kehidupan manusia pada masa kini. Kareana pada realita yang ada, manusia cendrung melakukan sebuah tindakan yang benar-benar keluar dari ajaran Agama Islam, akan tetapi mereka lebih tidakberani, bila mana berhubungan dengan manusia-manusia yang memang memiliki nilai plus di tengah-tengah mereka. Sehingga mereka rela mengorbankan agamanya sebagai alternatif kedua dalam menjadikan acuhan hidupnya.
Akankah rentetan kehidupan manusia akan berlanjut seperti ini. Akankah manusia takut hanya kepada hal-hal ataupun kepada yang tampak wujudnya saja. Tentu, hal ini di luar cernaan otak kita. Karena kenapa?, memang manusia cendrung lebih takut dan khawatir dirinya menjadi orang yang rendah di tengah-tengah para kaumnya, dan juga menjadi orang yang tidak memiliki prifasi dalam menjalanjan hidupnya. Tapi, sadarilah. Dalam menegakkan Syari’at Agama kita Islam, tidak bisa di pangang sebelah mata. Karena memang, walaupun seseorang memilki nilai kurang bahkan sangat rendah di kalangan manusia karena memlakukan sebuah kebenaran ataupun sebuah kejujuran. Akan tetapi, di mata Allah Swt mereka mendapatkan sebuah kedudukan yang tinggi, yang sangat special, dan sangat berharga tanpa dimiliki oleh orang-orang yang dalam urusan kehidupanya lebih menitik beratkan kepada kehidupan kemanusiaan saja.
Tentu, bukan salah satu keinginan yang sempurna. Sebagaiman dalam sebuah hadits berbunyi yang artinya:”sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk fisik kita, dan juga itdak pada pakaian kita, akan tetapi Allah melahat kepada Isi hati kita”, begitulah cuplikan hadits yang di sabdakan oleh Rasulullah Saw.
Dengan hadits di atas dapat kita mengambil sebuah kesimpulan bahwa; kita tidak perlu merasa ragu bahkan takut dalam melakukan sebuak kebenaran. Walaupun konsekuensinya sangat besar di kalangan masyarakat itu sendiri. Karena hal itu bukanlah dinilai dari sisi kemanusiaannya saja, akan tetapi nilai keTuahanya lebih di prioritaskan untuk menjadikanya sebuah keputusan yang memang benar dan tidak melanggar hhukum Islam. Hal itu memang kurang begitu sempurna, karena kita tidak hanya menilai pada sisi keagamisannya. Akan tetapi, Ilmu Sosial juga dibutuhkan sebagai pengintegrasiaan di tengah-tengah kehidupan manusia itu sendiri.
Hal yang terpenting dalam masalah Islam dan kemanusiaan adalah; bagaiman kita bisa melakukan peran yang sebenarnya sebagai manusia yang memang sudah di tentukan semua urusan-urusanya oleh Allah Swt. Hanya saja manusia kurang memahami kedudukanya masing-masing. Tentu, hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan kita. Karena memang manusia cendrung ikut-ikutan lingkungan yang ada, baik itu sebuah kebenaran ataupun sebuah kesalahan yang tidak akan memberikan mafaat apa-apa bagi dirinya. Dan prinsip dirinyalah yang sangat dibutuhkan untuk membentengi dirinya dari anasir-anasir yang dapat merusak dirinya dan menjadikanya seorang yang kurang bernilai, baik di mata manusia, lebih-lebih di mata Allah Swt.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan pendidikan. Definisi dan pengertian Agama Islam yang dikemukakan oleh para ahli bermacam-macam.
Di bawah ini, ada beberapa definisi tentang Agama Islam yang dikemukakan oleh beberapa orang ulama dan intellegentsia Islama .
Antara lain: Pertama; Agama Islam menurut “Musthafa Abdu ‘R-Raziq”: Agama (ad-Din) peraturan-peraturan yang terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan pekerjaan-pekerjaan yang bertaat dengan keadaan suci, artinya yang bisa membedakan antara mana yang halal dan mana yang haram, untuk membawa makhluk yang menganutnya memiliki rohani yang kuat. Kedua; Agama Islam menurut “Majlis ‘Ulama Persatuan Islam”: Agama ialah; wahyu Ilahi yang diturunkan dari Allah kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap manusia.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat kita ambil kesimpulan secara umum. Bahwa Agama Islam adalah; wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasulnya untuk disampaikan kepada manusia yang di dalamnya terhimpun tata aqidah yang mengatur segala pri-kehidupan manusia dalam pelbagai hubungan; baik hubungan manusia dengan Tuhanya, ataupun hubungan antara manusia dengan manusia itu sendiri, dan juga hubungan manusia dengan alam lainya.
Pembahasan dan definisi tentang Agama Islam sebenarnya tidak memiliki batas yang harus kita jalankan dan perhatikan. Hanya saja Islam memberikan sebuah jembatan yang harus dilewatinya dan harus dajadikan rambu-rambu dalam menempuh jalan yang memang kita pilih. Dan jembatan tersebut adalah Syari’at yang berlaku dalam Islam.
Pada saat kita memberikan pengertian tentang Agama Islam, maka di anjurkan bagi kita untuk mengetahui tujuan-tujuan yang memang kita inginkan sesuai dengan pengertian yang kita utarakan. Pengertian yang secara umum dalam mengemukakan paradigma tentang agama islam itu sendiri tentunya dianjurkan bagi kita untuk memiliki responsibiliti diri yang kuat dan tertanam kokoh dalam setiap melakukan hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam itu sendiri.
Hal yang paling mendasar dalam kehidupan duniawiyah adalah terintegrasinya kedua belah pihak yaitu Islam dan kemanusian. Keduanya merupakan satu kesatuan dan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dengan selera kita masing-masing. Dan juga dengan keinginan kita, sesuai dengan selera hidup kita masing-masing. Sebagaimana pada awal penciptaan Adam sebagai manusia pertama yang hadir di dunia ini sudah harus mencari pegangan dan panduan hidup yang harus dipegang teguh dalam menjalani hidupnya. Begitupula dengan Islam. Islam merupakan agama yang bisa mendatangkan kedamaian bagi para pengikutnya, hal ini bukan hanya metafora kehidupan saja. Akan tetapi, pembuktian kepada dunia nyata sudah dahulu dimulai. Hanya sekarang kita perlu pembenahan diri para individunya saja agar lebih komplit dalam menentukan tujuan dan pandangan dalam hidupnya.
Agama Islam merupakan agama yang terakhir. Karena sebuah agama akan menjadi agama yang terakhir bilamana kitab sucinya tidak bisa dicampuri oleh tangan-tangan jahil manusia. Hal ini tentu, merupakan sebuah kejelasan karena kalau kita mengkaji agama-agama sebelumnya yang pernah dianut oleh manusia, pada saat ini kitab yang menjadi acuanya sudah mengalami banyak perubahan-perubahan terutama dalam menentukan sebuah hukum sesuatu dalam agama tersebut.
Pada saat kita berbicara tentang kemanusiaan. Seakan akan kita membicarakan diri kita sendiri. Yang mana setiap manusia memiliki tujuan hidup masing-masing. Terutama yang berkaitan langsung dengan hubungan manusia dengan Tuhanya. Hal yang terpenting dalam kehidupan kita sebagai manusia adalah tujuan hidup kita yang tak lain hanya untuk beribadah kepada Allah. Dan juga dalam setiap urusan kita di dunia bila kita niatkan sebgai ibadah kepada Allah, maka pahala yang akan kita peroleh. Sangat jarang sekali orang yang memang benar-benar menyatu kepada Tuhan yang telah menciptakanya. Satu hal penting dalam hidup adalah memiliki tujuan. Kita harus bisa memberikan jawaban: untuk apa kita hidup dan apa yang harus kita lakukan untuk mengisinya. Memahami secara benar dan tepat tujuan hidup, akan membuat semua yang kita lakukan lebih terarah, terfokus dan kita pun bisa terhindar dari perbuatan yang sia-sia. Dampak yang buruk akan terus-terusan datang memncampuri kehidupan manusia, bilaman tidak bisa mengetahui tentang tujuan hidupnya sendiri. Tidak dapat dielakkan kembali sebuah kebenaean yang berasal langsung dari llah Swt. Dan tidak pula dapat di tentang oleh manusia yang bagaimanapun juga.
Orang yang memiliki tujuan, walau lambat  jalanya jauh lebih baik dari orang yang percepatan tapi tidak memiliki tujuan. Walau lambat, asal istiqmah melangkah, Insya Allah ia akan sampai ketempat tujuan. Maksud dari sampai ketempat tujuan di sini, apabila seseorang yang melakukan suatu perkara yang memang terlahir dari keinginanya sendiri dan juga memiliki  tujuan yang pasti besar kemungkinan juga tidak akan sempurna dalam penyampaianya. Kecuali, apabila seseorang melakukan perkara tersebut dengan penuh kesungguhan dan juga istiqamah yang tiada hentinya. Istiqamah merupakan hal yang sangat mudah bila hanya di bayangkan dengan sekilas, akan tetapi sangat sulit bila dilakukan oleh orang yang memang kurang benar-benar mempunya tekad yang kuat dala dirinya.
Setidaknya ada tiga tugas utama yang menanti kita, dan kesanalah tujuan hidup kita arahkan antara lain; 1).Beribadah kepada Allah SWT. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku,” demikian firman Allah dalam QS Adz Dzaariyat [51] ayat 56. Jadi, kita adalah hamba Allah. Kita harus yakin tiada penguasa yang kekal abadi selain Allah. Kita harus yakin bahwa semua yang ada di dunia ini seratus persen ada dalam genggaman Allah. Juga, semua yang terjadi mutlak atas izin Allah. Hikmahnya, kita tidak boleh menjadi hamba apa pun, selain menjadi hamba Allah. Saudaraku, bila semua yang dilakukan kita niatkan sebagai ibadah; sebagai sarana meraih ridha Allah, pasti hidup kita akan tenang. Jaminan Allah tidak akan tertukar. Masalahnya, sudah ikhlas atau belum niat kita; sudah benar atau belum ikhtiar kita?. Karena, bilamana seseorang  bisa menjaga dirinya dari segala kemudharatan hidup niscaya dia akan merasakan betapa nikmatnya apabila setiap langkah dan detak jantung kita dibumbui dengan ungkapan-ungkapan yangbermaksud mengagungkan asma Allah Swt yang senantiasa hadir dalam perjalanan hidup dankehidupan manusia. Akhlaq yang benar-benar diluar batas syari’at Islam apabila seseorang berjalan di atas muka bumi ini dengan sombong,seakan-akan dia berkuasa atas segala galanya. Ketawaddu’an yang paling mulia adalah pengakuan hamba terhadap keagungan dan kekuasaan Tuhan-Nya, dengan menumbuhkan kesadaran terhadap zat yang telah menciptakannya untuk lahir menghirup udara segar kehidupan duniawiyah (al-haya’ ad-dunyawiyyah). Hal inilah yang menjadi perekat antara hubungan hamba kepada Tuhan-Nya, dan juga dengan hal ini seseorang senantiasa akan terjaga dari tipu daya muslihat kehidupan dunia. 2). Sebagai khalifah. Allah Yang Maha mulia menjadikan kita sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Maka, jangan pernah terdetik dalam pikiran untuk menyia-nyiakan amanah besar ini. Jangan pernah terpikir untuk bertindak setengah-setengah, delapan puluh persen, atau sembilan puluh persen. Lakukanlah seratus persen. Lakukan secara maksimal, agar hasil yang kita dapatkan maksimal pula. Saudaraku, hidup hanya sekali. Maka lakukanlah yang terbaik, agar saat kematian kelak, kita tengah berada di puncak prestasi. Boleh jadi inilah rahasia mengapa Allah merahasiakan kematian kita. Tujuannya tidak lain agar kita bersungguh-sungguh dan melakukan yang terbaik kapan pun dan di mana pun. Kita harus maksimal dalam bekerja agar mendapatkan uang banyak.
        Kitapun harus maksimal dalam belajar agar menjadi pintar. Tentu, semuanya bukan untuk memperkaya dan memintarkan diri, kita mampu mensejahterakan dan memintarkan orang lain. Kita cukup menjadi perantara saja. Jadilah manusia terbaik. Yaitu manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena hal itu merupakan bagian dari perbuatan yang mulia dan terpuji, baik di kalangan manusia dan juga berpahala di sisi Allah Swt. Pegintegrasian sebuah amalan manusia untuk bisa berguna dan bermamfaat di kalanganya dan juga berpahala di sisi Allah, memang merupakan pekerjaan yang membutuhkan sebuak ketekunan dan tekad niat kuat (an-niyah al-qawiyah) agar bisa mencapai titik utama tujuan yang kita bina dan inginkan pada awalnya. Melakukan sebuah pekerjaan apapun tentunya  bukan hanya mmembutuhkan tenaga yang kuat dan prima.
        Akan tetapi, juga membutuhkan doronga spiritual berupa doa memohon ampunan dan perlindungan Allah Swt agar selalu hadir dalam setiap langkah perjalanan kita menuju tujuan suci terhindar daripada muslihat syaithan yang memang sudah jelas-jelas musuh utama manusia yang selalu harus dihadapi dan dikkalahkan sebelum mengalahkan kita dengan bermacam-macam tipu dayanya. Penampakan syaithan menjadi musuh manusia sudah tampak mulai pada awal kehidupan nenek moyang kita yaitu Nabi Adam dan istrinya Sitti Hawa. Keduanya dikeluarkan dari kenikmatan syurga dan harus memulai kehidupan baru di alam dunia tiu semua bermula dari godaan dan rayuan dari Syaithan agar keduanya melakukan suatu perbuatan yang sudah benar-benar di larang oleh Allah dan masih keduanya melanggarnya, sehingga keduanya juga harus memohon ampun kepada Allah agar di berikan ampunan. Maka keduanya dikeluarkan dari syurga menuju kehidupan dunia yang  penuh dengan usaha, perjuangan, dan pengorbanan.
        Sebagaimana dalam sebuah sejarah kerasulan. Nabi Adam diturunkan di tanah Hindustan dan Ibu Hawa di Jeddah. Kedua-duanya mereka bertemu di musdalifah. Setelah menjngkau usia tua ia meninggal di tanah Hindustan dan dikuburkan di sana. Setelah satu tahun berlalu Ibu Hawa wafat di Jeddah dan dikuburkan di sana. 3). Untuk berdakwah. Saudaraku, di mana pun kita ada, kita harus berdakwah menyebarkan nilai-nilai Islam. Tentu, cara dakwah kita harus sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah SAW. Setidaknya ada dua formula dakwah yang bisa kita terapkan, yaitu (1) menjadi bukti keindahan Islam. Akhlak kita harus mencerminkan nilai-nilai Islam, mulai dari cara makan, bergaul, berkata, bersikap, berkeluarga, hingga berpolitik harus bisa mencerminkan indahnya Islam. (2) Dakwah yang kita lakukan bukan untuk menghakimi, tapi untuk membantu; membantu orang yang tidak paham, menjadi paham Islam; membantu orang yang lupa menjadi ingat; membantu orang bodoh menjadi pintar; membantu orang lalai menjadi sungguh-sungguh, dst. Tugas kita hanyalah memberi peringatan.
Peringatan merupakan hal yang termudah yang bisa kita lakukan dalam keseharian hidup kita. Karena rana perjalanan hidup ini akan terasa bermakna bilamana kita menjalankannya penuh pengertian dan pemahaman makna hidup dan kehidupan yang benar. Banyak orang yang tidak tahu dan salah dalam mengartikan makna dan tujuan hidup. Hal ini tentu akan berdampak kurang baik dan efektif terhadap semua aktifitas yang bersifat kejiwaan (rohaniyah).
 Berdakwah merupakan hal yang sangat gencar di lakukan oleh para ulama ulama terdahulu yang memiliki prifasi sebagai penyebar agamaAllah Swt. Berdakwah yang paling berat biasanya, apabila kita mengajak orang yang berpendidikan sedangakan dia masih belum mencapai sasaran yang sebenarnya dalam mengambil dan melakukan sebuiah tindakan keagamaan. Berupa pelanggaran yang sangat gencar sekali terjadi apabila hal berdakwah tidak terkontaminasi dengan baik dalam perealisasianya. Wallaahu A’lam Bis-Shawab.

0 komentar:

Posting Komentar