twitter
rss



Pembicaraan yang tidak pernah ada habisnya dan juga selalu ada dalam setiap tahunnya adalah yang berkaitan dengan proses pengeksistensian pendidikan yaitu; Ujian. Ujian disini memiliki nilai dan juga propaganda yang besar dalam proses pengembangan intelektual seorang pendidik, terutama anak didik yang selalu berjihad untuk memperoleh pencerahan hidup dengan ilmu. Karena ilmu merupakan salah satu hal ataupun alat yang memiliki nilai begitu besar, bukan hanya dalam kehidupan dunia (ad-dunyawiyah). Akan tetapi, juga memililki nilai religius yang lebih di akhirat kelak. Keutamaan ilmu begitu besar, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11). Ayat di atas menerangkan dengan begitu jelas dan tegasnya, bahwa Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara yang lainya dan juga orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan.
Berbicara tentang ujian. Tentu akan menimbulkan persepektif yang berbeda-beda. Hal ini merupakan suatu kebiasaan yang bersifat wajar. Karena pemaknaan tentang ujian memiliki makna yang sangat luas, terutama pemaknaan ujian yang berkaitan langsung dengan Allah Swt. Dan juga hal ini menjadi ranah perjalanan hidup manusia yang harus dipertaruhkan dan juga diperjuangkan agar bisa mencapai tujuan yang haqiqi. Hal ini merupakan keharusan yang harus dijalani dan juga harus kita bumbui dengan urusan-urusan yang bersifat memiliki kandungan yang besar dan mulia di hadapan Allah Swt.
Dan pembicaraan yang sangat jelas menurut realita yang ada adalah; ujian yang berkaitan dengan kehidupan dalam pengembangan ilmu pendidikan. Karena ilmu pendidikan merupakan salah satu wadah untuk pengembangan keihidupan dan jugan derajat manusia agar leih bernilai disisi manusia, dan yang terpenting adalah berpahala disisi Allah Swt. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang Artinya “Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar: 9). Hal ini yang memantik perhatian hidup kita pada zaman sekarang ini. Banyak sekali realita yang menggambarkan ketidak sehatan dalam rana pendidikan pada zaman sekarang ini, lebih-lebih apabila mereka melaksanakan yang namanya ujian. Begitu besar kosekuensi yang ada dalam ujian. Disamping  mereka megiginkan nilai yang lebih dan agus, mereka para pendidik dan anak didik juga mengiginkan perubahan dalam diri pendidik dan yang lebih besar adalah keinginan para pendidik terhadap anak didiknya agar mengalami perubahan. Terutama yang berkaitan langsung dengan kecakapan intelektual (IQ) pada diri anak didik.
Pemaknaan tentang ujian pada zaman sekarang ini lebih banyak keluar dari makna yang sebenarnya. Karena kenapa?. Sebagaiman yang kita ketahui menurut realita yang ada, refresentasi tentang ujian begitu relavan kepada hal-hal yang bersifat keduniaan (ad-dunyawiyyah). Seperti, banyaknya kejadian-kejadin diluar dugaan kita. Banyak persoalan dalam pendidikan di tanah ini. Sehingga, tujuan pendidikan semakin jauh dan tak terkejar. Pada saat yang sama peserta didik gamang dan menganggap pendidikan tidak penting. Sebab, pintar saja tidak cukup untuk menjadi guru karena pengajar di republik ini diukur seberapa banyak uang yang di keluarkan saat melamar sebagai tenaga pengajar melalui saringan PNS.
Dan yang paling memantik perhatian masyarakat luas pada saat ini adalah; pada saat peserta didik mendapat inspirasi dan ilmu yang baru tentang kebohongan asal tujuan yang ingin diperoleh bisa tercapai. Padahal, ia sesungguhnya tidak ahli mengajar dan mendidik. Tetapi karena tidak punya pekerjaan dan bukan sosok inovatif, lalu dipilih profesi guru sesuai ijazahnya dengan cara membayar. Ia seperti pemain sepak bola yang tidak mahir tetapi lolos seleksi karena panitia menerima “tanda jasa”. Maka dalam konteks ini dengan kulifikasi guru yang seperti itu, di ruang kelas peserta didik tidak betah.
Pengintegrasian tujuan-tujuan yang ada dalam pikiran manusi tentu akan memberikan dampak yang kurang baik bagi kehidupannya. Terutama, bilamana seorang anak didik hanya mengigjnkan nilai yang bagus dan membanggakan bagi kedua orang tuanya, sampai dia rela dengan banyak hal-hal yang keluar dari syari’at Islam dan juga melangar hukum-hukum dalam Negara. Pemberlakuan kepada anak didik memang memtbuhkan hal-hal yang  positif agar memberikan dampak yang positif dan bagus pula dalam melesatrikan estafeta perjalanan hidupnya untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah. Sebagaimana yang berlaku pada saat ini ketika pelaksanaaan ujian. Pengawasan tentang ujian memang begitu ketatnya, agar hal ini bisa memberikan dampak positif agi anak didik dengan menjauhkan dirinya dari hal yang buruk, seperti contek mencontek dalam ujian. Karena hal ini merupakan salah satu penyakit yang sudah lama di endap para anak didik yang kurang mengerti arti ujian yang sebenarnya.
Dan yang paling tanpak kepada khalayak masyarakat luas adalah; apa yang terjadi pada salah satu anak didik dalam Sekolah Dasar (SD). Naluri peserta anak didik dapat merasakan siapa saja yang secara kualifikasi tidak layak menjadi guru. Tapi kok lolos menjadai guru? Inilah yang sebagian dirasakan peserta didik di salah satu SD di Surabaya yang terkena kasus contek masal pada saat UAS-BN lalu. Seorang peserta didik yang menerima pelajaran kejujuran dari rumah, tiba-tiba mengalami situasi yang kontradiktif saat anak ini berada di sekolah. Pergaulan batinnya di temukan dengan yang diyakini benar adanya sebagai kejujuran berakhir dengan curhat. Dari curhat yang menggambarkan contek masal ini, anak ini justru dianggap berbohong dan salah.
Gambaran diatas merupakan salah satu bentuk contohan kurang baik dan yang harus menjadi iktibar (kaca perbandingan) bagi anak didik yang lain. Agar perjalanan pendidikannya selalu lancar dan penuh dengan kejujuran-kejuran ilmu yang diperolehnya. Karena apaila seoarang anak didik sudah terbiasa dalam melakukan kejujuran, maka sampai kapanpun akan tercermin dalam hatinya sebuah kejujuran dalam setiap urusan hidupnya. Pengaktualisian pendidikan memang membutuhkan kebersihan dari kotoran-kotoran yang dapat menodai tujuan yang sebenarnya dalam pendidikan, terutama dalam ujian. Barang tentu anak yang sudah teriasa dalam melakukan kesalahan-kesalan dalam unjian, dia akan merasa risih dan tidak tenang bila tidak melakukan kebiasaannya dalam mengikuti ujian tersebut. pembelajaran yang terpenting bagi anak didik adalah pendidikan watak dan karakter anak didik, karena kerakter merupakan cerminan yang akan dibawa sampai ,kapanpun dia belajar, tanpa ada atasan yang haus di ikutinya.
Dengan segala hiruk-piuk perjalanan ilmu pendidikan yang ada, dan juga dengan banyaknya noda-noda yang mencampuri perjalanan pendidikan salah satunya adalah yang berkaitan langsung dengan Ujian. Dalam hal yang semestinya terjadi dan peruahan yang harus kita benahi bersama. Pondok Pesantrenlah yang menjadi alternative utama dalam peneladanan dalam setipa pelaksanaan ujian apapun. Karena dalam sebuah pesantren khususnya di pulau garam (Madura) ini, pondok pesantren sangat banyak sekali dan juga memiliki santri yang begitu banyak pula. Akan tetapi dalam pelaksanaan ujian Al-hamdulillah terjaga dari hal-hal yang tidak kita inginkan seperti; saling contek mencontek. Walaupun ada hal itu akan berdampak fatal bagi pelakunya. Karena ujian di dalam sebuah Pondok Pesantren memiliki nilai yang lebih, dengan artian bukan hanya memiliki tujuan agar para anak didik bisa lulus dan memperoleh nilai yang aik dan bagus. Akan tetapi, nilai ujian dalam sebuah pondok pesantren adalah agar apa yang tel;ah dipelajari bisa diimplementasikan oleh anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Dan juga agar anak didik bisa mengetahui tujuan ujian itu yang sebenarnya . karena pengidealisasian tujuan ujian bisa memberikan nilai kejiwaan kepada para anak didik.
Seorang Santri yang kesehariannya diajarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan hati, tentunya dia akan bisa mendidik hatinya dengan sendirinya. Karena apabila seorang anak didik bisa mendidik hatinya sendiri dengan ilmu-ilmu Allah Insya Allah dia akan selalu terjaga dari firus-firus kehidupan yang menjangkiti orang-orang yang berada disekelilingnya. Karena seorang yang berilmu memiliki kedudukan yang tinggi disisi Allah daripada orang yang beriman. Sebagaimana dalam kitab Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin, dari ibnu Abbas ra. Berkata bahwa “orang yang berilmu memiliki keunggulan 700 derajat di atas orang yang beriman, yang mana jarak antara dua derajat adalah perjalanan 500 tahun.” Santri yang kehidupanya lebih banyak dipenuhi dengan pengajaran-pengajaran tentang Agama (ad-Din), khususnya Agama Islam, pastinya dia akan mengembangkan potensi dirinya dalam pengintegrasian tentang urusan-urusan yang berkitan dengan dunia dan juga akhirat. Yang memang menjadi tujuan utama semua ummat manusia. Khusunya Islam itu  sendiri, yang memang semau urusannya bertitik tuju hanya mengharapkan Ridho, Tufiq, Hidayah, dan Ma’unah dari Allah Swt.
Menjadikan Pondok Pesantren sebagai solusi percontohan dalam melaksanakan ujian di sini bukanlah hal itu tidak berdampak lebih bersungguh-sungguh dalam menjalankan tren positif kerja Pondok Pesanren dalam mengajarkan kejujuran kepada seluruh para Santri-santinya. Hal ini saya rasa tidak terlalu menjadi beban bagi setiap Santri yang menjadi aktor di dalamnya. Karena memang Santri sudah diajari dan di biasakan untuk menjauhi yang namanya penyelewengan-penyelewengan dalam hal pendidikan terutama yang berkaitan dengan ujian.
Seharusnya yang terpenting sekarang adalah bagaimana sekolah-sekolah umum di luar juga bisa menjadikan Pondok Pesantren sebagai solusi utama percontohan dalam ujian tersebut. karena kejujuran sangat berbahaya bilamana kita tidak memberantasnya mulai sejak dini adanya. Akan tetapi, hal itu tidak akan sempurna kalau tidak ada kesadaran dalam hal tersebut timbul dari dalam dirinya sendiri. Wallaahu A’lam Bis-Shawab.

0 komentar:

Posting Komentar