MENGAKTUALISASIKAN BAHASA MADURA DI DALAM DUNIA PESANTREN (Menampik paradigma “Pesantren Tidak Mengembangkan Bahasa Madura. Akan Tetapi Bahasa Asing, Seperti; Bahasa Arab Dan Bahasa Inggris”)
Berawal
dari apa yang pernah penulis dengar dan saksikan sebelumnya. Dalam sebuah acara
bedah buku yang berjudul “Menuju Madura moderen tanpa kehilangan
identitas”. Buku karya, MH. Said Abdullah ini mengulas tentang
bagaimana Madura menuju Moderen. Dalam acara ini, penulis mendengar komentar
dari salah satu penanya “bagamana Bahasa Madura mau berkembang, kalau di Pesantren-Pesantren
di Madura ini lebih mengembangkan bahasa arab dan bahasa inggris!”. Begitulah
bunyi cuplikan dari penanya tersebut.
Sebenarya, kalau kita perhatikan dan
teliti secara mendetail. Pengembangan yang dilakukan di dalam dunia Pesantren memang
mengarah kepada dua bahasa yaitu; bahasa Arab dan bahasa Inggris. Akan tetapi,
bukan berarti pesantren tidak mendukung perkembangan bahasa Madura itu sendiri.
Kalu kita hanya berpikir untuk mengembangkan bahsa daerah kita sendiri, terus
kapan kita bisa tahu bahasa orang lain. Dan bagaiman kalau kita tidak
mengetahui bahasa orang lain, pastinya kita hanya bisa diam seribu bahasa, bila
mana kita bertemu ataupun berteman dengan orang yang asing. Hal ini, tentu
tidak selaras dengan keinginan banyak individu-individu yang memang mereka mengiginkan
sebuah perubahan dalam hidupnya, lebih-lebih tentang perkembangan berbahasa
asing. Merupakan sebuah keterbelakangan bila kita hanya mau dan bisa berbahasa
daerah kita sendiri. Pada zaman sekarang ini, berbahasa asing merupakan sebuah
kemajuan yang terjadi dalam sebuah kehidupan dan juga keinginan banyak
individu, khususnya para pelajar.
Pada zaman dahulu saja, bahasa yang
digunakan dalam Al-qur’an bermacam-macam. Walaupun sama-sama bahasa arab. Maka Rasulullah
Saw dan para sahabat bersepakat menggunakan satu bahasa dalam Al-qur’an. Maka
di sepakatilah agar Al-qur’an menggunakan bahasa Arab Quraisyi. Hal ini
bukanlah sebuah kekeliruan, bahkan kesalahan. Apalagi bahasa daerah kita
masing-masing yang notabeni
bermacam-macam, entah dari cara bicara ataupun perubahan pada kata-katanya.
Harapan yang besar pada saat ini,
saya kira ada pada sebuah Pesantren dan pendidikan-pendidikan yang masih eksis dalam pengembangan pemuda-pemudi
harapan bangsa di masa depan kelak. Walaupun hal itu tidak serta merta mudah
untuk dicapainya. Bila kita tilik pada sebuah realita yang ada, refresentasi remaja pada saat ini cendrung
lebih banyak melakukan sesuatu yang kita anggap sebuah kekeliruan yang sangat
fatal. Karena kenapa?, karena seseorang yang diharapkan menjadi ujung tombak
kemajuan, perkembangan, dan kelestarian hidup bangsa malah menjadi seorang yang
merongrongi kehidupan dengan beribu tanda tanya.
Di samping kita sedang berada dalam
zaman moderen yang serba baru dan canggi. Seyogyianya kita kita bisa menyadari
kondisi alam di sekitar kita yang membutuhkan perawatan lebih seperti seorang
merawat dirinya. Begitulah kehidupan di pesantren. Pembelajaran yang di
terapkan sebenarnya bukan hanya kebahasaan yang di anggap tidak mengembangkan
daerah sendiri, malahan mengembangkan bahasa asing. Pendidikan di Pesantren
sebenarnya adalah pembentukan karakter dan tujuan hidup seseorang. Dengan
banyaknya pendidikan, pendidikan hati adalah pendidikan yang lebih di utamakan
agar bisa mengontrol kehidupan seseorang dari hal-hal yang dapat membawanya
kepada sebuah penyesalan di kemudian hari.
Maka ari itu, para pendidik di
pesantren juga harus memilki sebuah keperibadian dan panutan dalam melakukan
pendidikan. Sebagaimana yang di tuturkan oleh KH. Ach. Tijani Syadzili, Lc.
Bahwa seorang guru harus memiliki dua kategori seorang guru. Pertama;
Reponsibiliti; responsibility adalah sebuah kometmen yang haru ada dalam diri
seorang guru agar bisa menjadi seorang pengajar yang benar-benar GURU (digugu
dan ditiru), dan juga harus memiliki tanggung jawab yang besar atas segala
aspek yang menjadi tanggunganya dalam mendidik. Hal ini tentu di luar keinginan
dan tujuan-tujuan yang berjkaitan dengan keduniawian semata. Hati yang tulus
akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah Swt. Karena apabila seseorang
salah berniat dalam melakukan sebuah pekerjaan sekecil apapun, maka di hadapan
Allah dia tidak akan mendapatkan apa-apa keculi rasa capek dan kebodohan yang
sedang menjangkiti diri kita.
Kedua; wibawa; apanbila seorang guru
memiliki wibawa di kalangan anak didiknya maka guru tersebut akan merasakan
sebuah kenyamanan dan juga keikhlasan terasa menjjalar dalam setiap mendidik
anak-anak didiknya. Dan cirri-ciri seorang guru yang berwibawa ada tigaa;
pertama; dicintai, dia akan selalu dicintai oleh para anak didiknya dan dia
akan merasakan aura kasih saying menjalar dalam hidupnya. Berkat sebuah
kecintaan anak-anak didiknya dia akan merasa senag dalam mendidik dn juga para
didikanya akan memperoleeh ilmu yang benarn-benar menjalar kehatinya, tidak
hanya di otak saja. Keduua; Disegani; tanpa harus kita tentang, bahwa seorang
guru harus memiliki wibawa di tengah-tengah ank didiknya ataupun di
lingkunganya agar dalam setiap melakukan tindakan langsung mendapatkan respon
yang positip dan juga agar tidak ada sangkalan-sangkalan dari orang di
sekitarnya. Ktiga; dihormati; terlahir dari kedua kecakapan dalakm kewibawaan
seorang guru. Pada akhirnya dia juga akan memperoleh penghormatan ataupun rasa
hormat dari orang sekitarnya, lebih-lebih dari anak didiknya. Karena peran
seorang guru begitu berharga dalam pembentukan karakter anak didik. Apabila
guru yang mendidiknya memberiikan pelayanan yang memang benar-benar dalam
mendidik, tentu seorang anak didik akan memperoleh pencerahan bagi dirinya.
Walaupun hal itu perlu waktu yang sangat panjang. Karena perubahan terhadap
sesuatu yang baik sangat sulit dan l;ambat, kecuali memang benar-benar berasal
dari hati yang tulus dan murni. Dan perubahan terhadap sesuatu yang salah
ataupun yang buruk sangat cepat dan sangat singkat.
Kedua kecakapan di atas apabila
dimiliki oleh seorang guru. insyaAllah dia akan selalu memberikan sebuah
pencerahan-pencerahan dalam diri anak didiknya. Hal ini tentu kita harus bisa
mengamalkanya dan mengaktuualisasikanya kelapangan pendidikan.
Sebenarnya, banyak sekali
teori-teori yang membahas tentang bagaiman menjadi guru yang benar-benar dugugu
dan ditiru oleh anak didiknya. Akan tetapi, kalau hanya dengan teori tannpa
aplikasi ke lapangan, maka hasilnya tidak akan sama dan terasa kurang. Tidak
seperti apabila kita mengaplikasikanya kelapangan pendidikan.
Mungkin ini resep yang perlu kita
miliki “guru harus memiliki kelebihan yang menonjol”. Kata-kata terasa
mudah di ucapkan. Akan tetapi, memiliki makna yang mendalam dan orang-orang
yang memilki kesadaranlah yang mungkin bisa melakukanya.